Rupiah terpantau mulai melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lantaran sikap wait and see pelaku pasar terhadap sejumlah data yang akan dirilis baik dari eksternal dan domestik. Melansir data Refinitiv, mata uang Garuda ditutup melemah 0,32% pada sepanjang perdagangan kemarin, Selasa (5/12/2023) di angka Rp15.500/US$. Pelemahan ini mematahkan tren penguatan yang terjadi dua hari beruntun.
Tekanan rupiah kemarin terjadi di tengah sikap wait and see pelaku pasar perihal data ekonomi AS terutama pada data tenaga kerja. Hal ini menjadi perhatian investor mengingat jika data jumlah lowongan kerja tak sesuai ekspektasi pasar maka bisa mengubah prospek kebijakan the Fed ke depan. Namun, faktanya data jumlah lowongan kerja AS yang rilis semalam hasilnya mengalami penurunan sebesar 617.000 dari bulan sebelumnya menjadi 8,73 juta pada Oktober 2023, menandai level terendah sejak Maret 2021 dan berada di bawah konsensus pasar sebesar 9,3 juta.
Berdasarkan perangkat Fedwatch Tools, para pelaku pasar yakin sebesar 99,9% bahwa The Fed akan menahan suku bunga di 5,25% – 5,5%.Bahkan diperkirakan akan turun pada Maret 2024. Optimisme hal ini sudah mencapai 57,1%. Secara teknikal dalam basis waktu per jam, kendati rupiah kemarin sempat melemah tetapi masih dalam tren penguatan mengikuti garis rata-rata selama 200 jam atau moving average 200 (MA200).Garis MA200 tersebut juga menjadi resistance terdekat, yakni di posisi Rp15.510/US$. Area ini bisa dijadikan target pelemahan terdekat apabila ada pembalikan arah.Kendati demikian tren penguatan yang masih terjadi, potensi masih bisa menghantarkan rupiah menguat kembali. Target terdekat ke Rp15.480/US$ yang diambil berdasarkan garis rata-rata selama 50 jam atau moving average 50 (MA50).
+ There are no comments
Add yours