JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah, mencapai level Rp15.600an per dolar, setelah ditutup pada Rp15.675/US$ pada 7 Oktober 2024. Tren pelemahan ini sudah berlangsung selama enam hari, dipicu oleh membaiknya data tenaga kerja di AS dan dampak dari konflik antara Iran dan Israel, serta stimulus besar dari China yang menguatkan indeks dolar AS. Pergerakan rupiah terlihat sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi domestik, politik, dan peristiwa global.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengalami fluktuasi yang signifikan sepanjang tahun 2024. Pada Januari, nilai tukar mulai melemah akibat pertumbuhan PDB AS yang melebihi ekspektasi. Meski ada penguatan awal setelah pemilihan presiden pada Februari, rupiah kembali tertekan pada April dan Juni akibat ketegangan di Timur Tengah dan keluarnya investor asing. Namun, pada Agustus, rupiah mengalami penguatan yang signifikan berkat pertumbuhan cadangan devisa dan reshuffle kabinet yang mendorong optimisme pasar.
Memasuki Oktober, laporan deflasi dan lemahnya daya beli masyarakat memperburuk kondisi rupiah, ditambah dengan stimulus dari China yang menarik dana dari pasar domestik. Selain itu, data tenaga kerja AS yang positif juga menjadi faktor tambahan dalam penurunan nilai tukar rupiah. Kondisi ini menunjukkan bagaimana sentimen global dan domestik saling berinteraksi dalam mempengaruhi nilai rupiah.
+ There are no comments
Add yours