Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru terjadi setelah data inflasi konsumen dan produsen AS melandai serta penantian pelaku pasar perihal data ekonomi AS lainnya malam hari ini. Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah di angka Rp15.550/US$ atau terdepresiasi 0,13%. Pelemahan ini mematahkan tren penguatan yang terjadi dua hari beruntun. Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 09.04 WIB naik tipis 0,04% menjadi 104,43. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Rabu (15/11/2023) yang berada di angka 104,39.
AS telah merilis data inflasinya baik dari sisi konsumen (CPI) maupun produsen (PPI). Kedua data tersebut dapat menjadi angin segar bagi pasar keuangan domestik khususnya rupiah meskipun pelaku pasar masih menunggu data ketenagakerjaan AS malam hari ini. Sebelumnya pada Selasa (14/11/2023), AS juga mengumumkan inflasi mereka melandai ke 3,2% (yoy) pada Oktober 2023 dari 3,7% pada September 2023.
Sementara pada Rabu (15/11/2023), Indeks harga produsen (PPI) AS terkontraksi 0,5% (month to month/mtm) pada Oktober 2023. Kontraksi ini adalah yang pertama sejak Mei dan terbesar sejak April 2020. Secara tahunan (year on year/yoy), harga produsen naik 1,3% dari Oktober 2022, melandai dari 2,2% pada September 2023 dan menjadi kenaikan terkecil sejak Juli. Alhasil, pelaku pasar pun kini optimis jika siklus kenaikan suku bunga sudah berakhir.
Berdasarkan perangkat CME Fedwatch, 99,9% pelaku pasar meyakini The Fed menahan suku bunganya pada Desember 2023. Sementara pemotongan suku bunga diproyeksi mengalami kemajuan dari yang sebelumny pada Juni 2024 menjadi Mei 2024. 46,5% pelaku pasar meyakini The Fed akan memotong suku bunganya pada Mei 2024 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00-5,25%. Kendati demikian, pelaku pasar menunggu data ketenagakerjaan AS yang akan dirilis malam hari ini.
+ There are no comments
Add yours