Rupiah terpantau menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah The Fed yang akan lebih melunak dan Indonesia yang masih mungkin mengetatkan suku bunganya.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka di angka Rp15.635/US$ atau menguat 0,06%. Hal ini berkebalikan dengan penutupan perdagangan kemarin (8/11/2023) yang melemah 0,13%. Penguatan rupiah terjadi seiring dengan penjualan ritel di Indonesia meningkat sebesar 1,1% (yoy) pada bulan Agustus 2023, turun dari kenaikan 1,6% pada bulan Juli dan menunjukkan pertumbuhan selama tiga bulan berturut-turut. Tingkat penjualan yang masih menguat mengindikasikan tingkat konsumsi yang lebih baik. Hal ini memungkinkan permintaan yang bertambah mendorong kenaikan harga. Alhasil, inflasi naik kembali dan memungkinkan kebijakan pengetatan suku yang juga positif untuk rupiah.
Di sisi lain, penjualan ritel berada di bawah target, sehingga memungkinkan terjadi sebaliknya. Lebih lanjut, sentimen negatif juga datang setelah BI mengumumkan bahwa cadangan devisa (cadev) yang turun US$1,8 miliar menjadi US$133,1 miliar. Kekhawatiran pasar semakin meningkat karena posisi cadev saat ini merupakan yang terendah di sepanjang 2023. Jika penurunan ini terus berlanjut, maka kemampuan pemerintah dalam membayar utang luar negeri serta menstabilkan mata uang Garuda akan semakin terbatas.
Para pelaku pasar menunggu informasi perihal kebijakan yang akan diambil The Fed dan menjadi patokan bank sentral negara lainnya untuk mengambil keputusan termasuk investor. Sebagai informasi, The Fed menahan suku bunga acuan untuk kedua kalinya pada awal November ini di level 5,25-5,50%. Oleh karena itu, saat ini pelaku pasar cenderung masih bersikap wait and see untuk menunggu berbagai keputusan penting baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
+ There are no comments
Add yours