Presiden terpilih Indonesia periode 2024-2029, Prabowo Subianto, menegaskan komitmennya untuk mencapai swasembada energi dan menghentikan impor Bahan Bakar Minyak (BBM). Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN). Prabowo mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia masih mengimpor solar dengan nilai mencapai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 318,8 triliun per tahun.
Prabowo berencana mengurangi penggunaan energi fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan seperti BBN. Dia optimistis bahwa penggunaan bahan bakar nabati sebagai pengganti BBM akan menghemat anggaran negara, khususnya untuk solar yang mencapai US$ 20 miliar per tahun.
PT Pertamina (Persero) juga berupaya mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM dengan mengembangkan energi alternatif melalui BBN. Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, menjelaskan bahwa langkah ini dilakukan dengan meningkatkan ketahanan, keterjangkauan, aksesibilitas, dan keberlanjutan energi. Program bioenergi seperti biodiesel, biogasoline, dan bioavtur termasuk dalam upaya ini.
Pertamina saat ini mendorong penggunaan bahan bakar nabati untuk diesel melalui pencampuran BBM dengan minyak sawit sebesar 35% (B35), yang akan terus ditingkatkan hingga B60. Pencampuran ini sudah mengurangi emisi karbon sekitar 32,7 juta ton CO2 per tahun pada B25.
Untuk biogasoline, Pertamina mengembangkan campuran bioetanol dari tetes tebu dengan BBM, dan telah menjual secara komersial produk BBM dengan campuran bioetanol sebesar 5% (E5) pada Pertamax Green 95. Rencananya, campuran bioetanol akan ditingkatkan hingga 40% (E40).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor BBM solar jenis High Speed Diesel (HSD) periode Januari-Februari 2024 mencapai 1,2 juta ton dengan nilai US$ 939,1 juta, sebagian besar diimpor dari Singapura, Uni Emirat Arab, dan Malaysia. Nilai impor minyak mentah RI selama periode yang sama mencapai US$ 1,5 miliar atau Rp 25,5 triliun dengan volume 2,6 juta ton.
+ There are no comments
Add yours