Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menginstruksikan pengusaha jasa hiburan dalam hal ini diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa untuk membayar pajak hiburan dengan tarif lama, sembari menunggu putusan uji materiel atas Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Instruksi tersebut tercantum dalam Surat Edaran Nomor 091/DPP GIPI/II/02/2024 tentang Pajak Hiburan. “Hal ini dilakukan agar dapat menjaga keberlangsungan usaha hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa terhadap kenaikan tarif yang akan berdampak pada penurunan konsumen,” tulis Ketua Umum Gipi Hariyadi B. S. Sukamdani.
Sebagaimana diketahui, sejumlah daerah telah menetapkan tarif pajak hiburan terbaru, sebagaimana tercantum dalam UU No.1/2022. Pemprov DKI Jakarta melalui Perda No.1/2024 tentang Pajak Hiburan misalnya, menetapkan tarif pajak sebesar 40% untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Jika merujuk pada surat edaran tersebut, itu artinya pengusaha jasa hiburan di DKI Jakarta kembali mengikuti tarif yang tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.3/2015. Dalam beleid itu, tarif pajak untuk panti pijat, mandi uap, dan spa ditetapkan sebesar 35%. Untuk tarif pajak diskotek, karaoke, kelab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan disck jockey (DJ) dan sejenisnya dipatok sebesar 25%.
Selain GIPI, terdapat Asosiasi Spa Terapis Indonesia (Asti) sudah lebih dulu mengajukan judicial review ke MK pada 3 Januari 2024 dan telah diterima pada 5 Januari 2024. Gugatan tersebut diajukan asosiasi sebagai bentuk penolakan terhadap UU No.1/2022. Pelaku usaha juga akan semakin terbebani dengan pajak yang besar karena selain pajak PBJT 40%, pelaku usaha juga tetap membayar pajak PPN sebesar 11%, pajak penghasilan badan (PPh) 25%, PPh pribadi selaku pengusaha sebesar 5%-35%, tergantung penghasilan kena pajak atau PKP.
+ There are no comments
Add yours