Wacana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan menjadi lembaga khusus Badan Penerimaan Negara terus mencuat dalam tiap Pemilihan Presiden (Pilpres) beberapa tahun terakhir.
Dalam Pilpres 2024, wacana ini disampaikan oleh dua orang capres, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, serta calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Dalam dokumen visi misinya, Anies-Muhaimin ingin merealisasikan Badan Penerimaan Negara di bawah langsung Presiden untuk memperbaiki integritas dan koordinasi antar instansi guna menaikkan penerimaan negara.
Sementara itu, Prabowo-Gibran menjadi yang paling gencar untuk merealisasikan badan itu jika menang Pilpres 2024. Mereka bahkan menargetkan membentuk Badan Penerimaan Negara dalam 100 hari kerja masa pemerintahan Prabowo.
Perppu atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang biasanya dikeluarkan presiden dalam situasi kegentingan yang memaksa. Namun, Erwin tidak menjelaskan kegentingan yang dimaksud.
“Kalau perlu Perppu kita keluarkan kerana kadang kalau RUU ada lobi-lobi antara DPR dan menteri keuangan yang enggak ketemu di situ,” kata Erwin dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, dikutip Jumat (29/12/2023).
Erwin pun menegaskan, Perppu itu bisa dikeluarkan untuk pembentukan BPN karena sebetulnya rancangan undang-undangnya (RUU) nya telah didesain pada zaman menteri keuangan Bambang Brodjonegoro, namun ditarik kembali oleh menteri keuangan Sri Mulyani.
“Kita keluarkan Perppu sehingga teman-teman DPR sudah dapatkan materi yang tinggal mereka sahkan karena sudah dibangun RUU nya zaman menteri keuangan Pak Bambang Brodjonegoro tapi ditarik kembali,” tegasnya.
pada saat itu, DPR malah tengah semangat merealisasikan pemisahan DJP dari Kemenkeu, sebagaimana langsung disampaikan oleh Ketua DPR yang saat itu dijabat oleh Bambang Soesatyo. Pemisahannya pun dilakukan dengan cara memasukkan DJP ke dalam Badan Penerimaan Negara (BPN) bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Kami memiliki keinginan untuk selesaikan secepat-cepatnya mudah-mudahan. Sebelum masa jabatan berakhir, BPN sudah bisa terbentuk agar semua program Pak Jokowi 2014 hingga 2019 terwujud,” kata Ketua DPR Bambang Seosatyo,
Komisi XI pun mulai melakukan kajian dengan mengacu pada pemisahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Indonesia dan Kejaksaan serta pemisahan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dengan Kementerian Ketenagakerjaan, maupun Badan Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan Kementerian Agama.
Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno saat itu mengatakan, pembagian ini dilakukan untuk mengoptimalkan rentang kendali Kementerian Keuangan yang sudah berlebih, serta untuk memaksimalkan pendapatan dengan menekan hambatan atau kendala pada aspek birokrasi.
Sayangnya, saat itu Sri Mulyani memandang tatanan dan tata kelola yang ada saat itu masih bisa dipertahankan.
Hingga memasuki masa Pilpres 2024, badan itu tak juga terbentuk meski namanya kembali mengorbit saat masa kampanye.
Tapi, perlu diingat juga bahwa badan ini sudah direncanakan pembentukannya sebelum masa Jokowi, tepatnya pada 2004 saat munculnya surat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor B/59/M.PAN/1/2004 yang dikirimkan ke meja presiden. Presiden saat itu ialah Megawai Soekarnoputri.
+ There are no comments
Add yours