2023 menjadi tahun tonggak sejarah bagi Indonesia merancang cita-cita Indonesia Emas 2045, atau keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Harapannya Indonesia menjadi negara maju sebelum 100 tahun kemerdekaan. Tonggak itu ditandai dengan langkah Presiden Joko Widodo meluncurkan rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 pada Juni 2023, berjudul Indonesia Emas 2045: Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan.
Berbagai langkah yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas untuk menaikkan pendapatan per kapita Indonesia setara negara maju sebesar US$30.300, dari 2022 sebesar US$4.580 per kapita. Pada Agustus laluPresiden Joko Widodo mengatakan,”Hati-hati kepemimpinan di 2024, 2029, 2034 itu sangat menentukan sekali,”. RPJPN 2025-2045 telah merumuskan 8 Agenda Pembangunan, 17 Arah Pembangunan yang diukur melalui 45 Indikator Utama Pembangunan. Kesemuanya menjadi langkah untuk terus mendorong Indonesia maju, dari yang saat ini masih berstatus negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income country (UMIC).
Meski rancangan arah pembangunan telah didesain untuk menjadi negara maju pada 2045, kalangan ekonom dan pakar mengingatkan adanya potensi besar Indonesia gagal menjadi negara maju pada 100 tahun kemerdekaan.
Didik selaku Rektor Universitas Paramadina Jakarta dan Bambang Brodjonegoro, Kepala Bappenas Periode 2016-2019, memberikan peringatan itu saat rapat dengan pendapat umum dengan Badan Anggaran DPR pada 9 Februari 2023. Keduanya menyoroti level pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2014 hingga kini yang stagnan di kisaran 5%. Menandakan bahwa aktivitas ekonomi tanah air tidak mengalami perkembangan pesat untuk lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah. Pada saat itu Bambang Brodjonegoro mengatakan, “Karena seolah-olah pertumbuhan ekonomi Indonesia ini sudah agak stagnan di sekitar 5%. Padahal kita belum jadi negara maju,”.
Sementara itu, ekonom senior Faisal Basri mengungkapkan akar masalah besarnya potensi gagalnya Indonesia menjadi negara maju, yakni kondisi pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia yang saat ini mengalami penurunan sangat drastis. Data yang ditunjukkan Faisal, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia mengalami penurunan drastis sejak 2001. Jika dibandingkan dengan negara lain, puncak pertumbuhan manufaktur mereka jauh lebih tinggi dari Indonesia, seperti China di level 40,1%, Malaysia dan Thailand 31%. Bahkan, Faisal menekankan saat ini kondisi pertumbuhan manufaktur mereka masih tergolong tinggi dibandingkan Indonesia yang terus menurun.
Indonesia pada 2021 memiliki rasio ekspor barang berteknologi tinggi terendah sebesar 7,2%, dibandingkan dengan negara-negara lain ketika pertama kali masuk dalam UMIC dimana Cina (32,12%), Thailand (26,27%), Brasil (12,59%), Malaysia (50,86%). Kondisi ini menunjukkan bahwa ekspor manufaktur Indonesia didominasi oleh ekspor produk teknologi rendah dan juga produk manufaktur berbasis komoditas sehingga sangat rentan terhadap gejolak harga serta pangsa pasar gampang tergantikan oleh negara-negara lainnya.
Permasalahan berat untuk merealisasikan Indonesia Emas 2045, atau menjadi negara maju pada 100 tahun kemerdekaan adalah pertumbuhan ekonomi yang stagnan di level 5%, padahal untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap pada 2045 atau lebih cepat harus tumbuh di level 6% ke atas.
Menurut Suharso, permasalahan ini erat kaitannya dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau biaya modal untuk menghasilkan satu unit output ekonomi masih terlalu tinggi, yakni di level 6,25. Maka, ke depan, ia menekankan, ICOR itu harus dilaksanakan dengan mengembalikan desain pembangunan sesuai RPJPN 2025-2045.
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan, Indonesia akan tetap menjadi negara maju pada 2045. Airlangga mengungkapkan, optimisme pemerintah ini didasari dari kemampuan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang telah berhasil memasukkan Indonesia ke dalam proses keanggotaan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
+ There are no comments
Add yours