Dana asing mulai membanjiri Indonesia pada akhir November ini. Sejumlah ekonom menilai aliran dana yang masuk ini hanya bersifat jangka pendek. Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan dana asing mulai masuk ke RI sejalan dengan optimisme pasar melihat data perkembangan inflasi Amerika Serikat yang turun ke level 3,2%. Data inflasi AS Oktober itu, kata dia, membuat pelaku pasar yakin bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate pada Desember 2023 ini.
“Kalau melihat yang sekarang memang yang berubah dari situasi sebelum data inflasi keluar adalah ekspektasi pasar terhadap suku bunga acuan di AS itu sudah mencapai puncaknya (di level 5,25%-5,5-%),” kata dia saat dihubungi, Selasa (28/11/2023).
Andry mengatakan optimisme investor terhadap melunaknya kebijakan The Fed itu terekam dari konsensus yang menyebutkan bahwa 97% pelaku pasar yakin The Fed akan kembali menahan suku bunganya di Desember. Sinyal akan melunaknya kebijakan The Fed inilah yang kemudian ditangkap pelaku pasar dengan bersikap agresif masuk ke pasar negara berkembang. Sebelumnya, besarnya arus masuk dana asing ke dalam negeri tercatat lewat data Bank Indonesia. Merujuk data transaksi 20-23 November yang dirilis BI, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat melakukan beli netto sebanyak Rp 7,03 triliun. Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), investor asing mencatat beli neto sebesar Rp1,59 triliun sementara di pasar saham tercatat beli neto Rp 0,30 triliun dan beli neto Rp5,13 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Andry mengatakan aliran dana asing paling banyak masuk ke dalam instrumen portofolio. Artinya, banjir dana asing yang saat ini terjadi hanya bersifat jangka pendek. Senada, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menilai investor asing kembali melirik pasar Indonesia karena kinerja ekonomi dalam negeri yang ciamik. Data transaksi berjalan RI kuartal III, kata dia, mengalami perbaikan dibandingkan pada kuartal II 2023. Selain itu, imbal hasil SBN juga masih relatif tinggi dan banyak saham murah di Indonesia.
“Mereka mengkalkulasikan risiko di Indonesia rendah, namun peluang return-nya tinggi,” ujar Piter.
+ There are no comments
Add yours