Industri rokok menjadi tulang punggung pendapatan negara melalui setoran cukai dan pajak. Industri tersebut juga ikut menopang perekonomian negara melalui penciptaan lapangan kerja mulai dari petani, penggiling tembakau, agen penjual, hingga karyawan pabrik. Sejarah industri pengolahan tembakau atau rokok di Indonesia bisa dirunut sejak abad ke-17 melalui pedagang dari Belanda. Rokok yang semula menjadi barang mewah kini sudah berkembang pesat dengan kehadiran ratusan pabrik serta perkebunan.
Ekonomi dalam Sebatang Rokok
Dalam sebatang rokok setidaknya ada tiga pendapatan negara yang dihasilkan yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai, dan pajak daerah atau pajak rokok. Rokok juga menyumbang Pajak Penghasilan (PPh) melalui setoran PPh pribadi jutaan buruh rokok serta PPh badan perusahaan. Sebagai gambaran, tarif cukai dipungut per batang berdasarkan golongan. Besaran tarif PPN ditetapkan 9,7% dri harga jual. Pajak rokok dihitung 10% dari tarif cukai sementara tarif PPh badan 2022 adalah 22% dari profit.
Besarnya sumbangan industri rokok kepada pendapatan negara terlihat dari penerimaan cukai selama 17 tahun terakhir yang hampir selalu melewati target. Dalam kurun waktu 17 tahun terakhir, cukai juga menyumbang sekitar 7,8% dari pendapatan negara secara keseluruhan. Kontribusi cukai ini jauh lebih besar dibandingkan setoran laba BUMN yang hanya 2,7%. Penerimaan cukai pada 2022 tercatat Rp 226,88 triliun atau naik 109% dibandingkan 10 tahun sebelumnya. Gambaran besarnya pendapatan negara dari industri rokok bisa kita lihat dari sumbangan PT HM Hampoerna. Sebagai market leader dengan share 28% di Indonesia, Sampoerna rata-rata menyumbang penerimaan negara sebesar Rp 74,86 triliun dalam lima tahun terakhir. Angka tersebut setara dengan 73% dari penjualan bersih perusahaan.
Pada 2020, sumbangan HM Sampoerna menyetor Rp 88,03 triliun ke kas negara dalam bentuk cukai, PPN, hingga PPh. Nilai tersebut setara dengan 79% dari penjualan bersih. Bila dibandingkan dengan pendapatan cukai secara keseluruhan maka porsi setoran sekitar 35%.
Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dimaksudkan untuk memperbaiki keseimbangan antara pusat dan daerah dengan melihat potensi daerah penghasil di mana daerah penghasil mendapatkan porsi lebih besar.
+ There are no comments
Add yours