Banyak negara yang masih mengkhawatirkan ketidakpastian ekonomi global yang bersumber dari Amerika Serikat (AS). Salah satunya adalah negara Indonesia, meskipun telah diperkirakan proses pengetatan moneter AS akan berakhir.
“Diperkirakan the fed higher for longer dalam jangka waktu lama,” kata Ramdan Denny Prakoso, Direktur Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) Bank Indonesia dalam bincang media di Raja Ampat, pada akhir pekan lalu.
Pada proyeksi barunya, menyebutkan jika suku bunga acuan AS akan mulai menurun pada akhir semester I-2024. Bank Sentral AS tetap akan mengacu pada data perekonomian terakhir sebelum mengambil kebijkan, diantaranya inflasi dan tenaga kerja. Meskipun hal ini sudah mengurangi ketidakpastian, BI akan tetap berhati-hati ke depannya. Hal ini dikarenakan untuk menghindari tekanan yang terlalu berat bagi pasar keuangan dalam negeri, terutama bagi rupiah.
“Tahun lalu dan tahun ini cukup ajarkan kita di PHP-in sama data-data ini. Kita senang tapi tetap waspada, siaga itu perlu, semua kita monitor,” paparnya.
BI telah menempuh langkah siaga antara lain, memastikan fundamental ekonomi kuat, meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi dan transaksi berjalan. Investor juga memerhatikan hal lain seperti defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan sosial politik. Bank BI juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan demi menjaga stabilitas rupiah, sebagai contoh yaitu menaikkan suku bunga acuan atau BI 7 days reserve repo rate menjadi 6 persen pada September 2023. BI juga menerbitkan instrumen baru SRBI pada September dan SVBI serta SUVBI pada November 2023.
+ There are no comments
Add yours