Surabaya—Data administrasi kependudukan (Adminduk) selain difungsikan sebagai catatan biodata warga. Data ini juga merupakan dasar dalam pembuatan perencanaan serta kebijakan publik, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, Eddy Christijanto memberikan contoh jika penduduk Kota Surabaya yang tercatat berjumlah lebih dari 3 juta jiwa, maka jumlah tersebut harus sesuai fakta lapangan, bukan hanya sebatas hipotesa. Demikian pula dengan alamat, hal tersebut juga harus sesuai dengan domisili sesungguhnya. “Jadi data itu harus riil, harus akurat. Termasuk ketika alamat seseorang di A, ya mereka memang tinggal di situ,” ujar Eddy, Jumat (3/10/2025).
Eddy menyatakan, bahwa saat ini, Pemkot Surabaya telah menggunakan data kependudukan sebagai dasar dalam pembuatan rencana anggaran tahun 2025-2026. Hal itu sesuai dengan Undang-undang (UU) No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
“Fungsi data kependudukan yang pertama adalah untuk pelayan publik. Mulai dari pajak, SIM (Surat Izin Mengemudi), PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), hingga PLN. Termasuk swasta, seperti perbankan,” paparnya.
Fungsi yang kedua yakni untuk perencanaan pembangunan. Sebagaimana penjelasan Eddy bahwa untuk membuat kebijakan yang tepat maka sebelumnya Pemkot Surabaya akan memetakan wilayah yang padat penduduk terlebih dahulu. “Nah, ketika kepadatan penduduk ada di salah satu sisi, apa yang harus dilakukan, termasuk mengurai kemacetan, menanggulangi banjir dan sebagainya,” jelasnya.
Fungsi ketiga adalah alokasi anggaran. Eddy menegaskan bahwa anggaran tidak bisa digeneralisasi untuk semua wilayah. Misalnya, jika angka kemiskinan tinggi di kecamatan tertentu, maka intervensi anggaran akan diprioritaskan di sana. “Misal ternyata kemiskinan paling tinggi di kecamatan ini, wilayah Surabaya ini, itu yang harus diprioritaskan,” katanya.
Sementara fungsi keempat berkaitan dengan pembangunan demokrasi. Menurutnya, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Legislatif (Pileg), atau Pemilihan Umum (Pemilu), semua datanya bersumber dari sistem Adminduk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Jadi KPU (Komisi Pemilihan Umum) itu mengambil datanya dari data SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan) di Kemendagri,” kata Eddy.
Adapun fungsi kelima adalah sebagai dasar bagi aparat penegak hukum (APH). Eddy mengakui bahwa Dispendukcapil Surabaya hampir setiap hari menerima permintaan data dari kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. “Jadi kita hampir setiap hari selalu dimintai data dari baik itu dari kepolisian, kejaksaan, termasuk proses-proses perdata,” katanya.
Karena itu, Pemkot Surabaya terus berupaya melakukan pembaruan data agar akurat. Salah satunya melalui pengendalian pecah kartu keluarga (KK). Eddy menegaskan, pecah KK bukan sekadar administrasi, melainkan cerminan kemandirian keluarga baru. “Artinya, ketika kita mau mengajukan kartu keluarga memang betul-betul dia harus memahami filosofi daripada membentuk keluarga,” tuturnya.
Eddy menekankan bahwa seorang kepala keluarga harus bertanggung jawab terhadap anggota keluarganya. Sebab, data KK juga digunakan sebagai dasar program intervensi sosial pemerintah. Nah, jika data KK tidak sesuai kondisi riil, maka program pemerintah berpotensi salah sasaran. “Sehingga kalau ini tidak tepat sasaran, akhirnya dana APBD yang kita keluarkan tidak bermanfaat untuk warga Kota Surabaya,” tegas dia.
Untuk itu, Eddy mengajak warga Surabaya agar tertib administrasi dengan selalu memperbarui data kependudukan. Baik itu memperbarui data terkait kelahiran, kematian, pernikahan, perceraian maupun kepindahan domisili. “Sehingga data njenengan (anda) itu bisa betul-betul update dan bicara ketika itu dipakai pemerintah kota di dalam rangka perencanaan pembangunan dan pengalokasian anggaran,” pungkasnya.
+ There are no comments
Add yours