JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui adanya kesulitan dalam penjualan produk nikel akibat tingginya harga, yang dipicu oleh perubahan tarif royalti. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Tri Winarno, menyebut permasalahan utama terletak pada ketidaksesuaian harga antara penjual dan pembeli, terutama karena Harga Patokan Mineral (HPM) dinilai terlalu tinggi oleh pihak smelter. Ia memastikan Kementerian ESDM terbuka terhadap masukan dari pelaku usaha dan akan mengevaluasi aturan yang berlaku, termasuk kemungkinan perubahan Kepmen ESDM No. 72 Tahun 2025.
Sementara itu, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Nico Kanter, menjelaskan bahwa perusahaan terdampak langsung oleh kebijakan HPM, terutama dalam hal pembayaran royalti yang harus mengikuti harga minimum tersebut. Akibatnya, penjualan produk seperti bauksit tercuci dihentikan sejak 1 April 2025 karena tidak ada pembeli yang bersedia membeli dengan harga yang ditentukan pemerintah. Hal ini mengakibatkan perusahaan tidak dapat menjual maupun membayar royalti kepada negara.
Lebih jauh, Nico mengungkapkan bahwa kebijakan HPM ini juga berdampak pada bisnis smelter nikel milik Antam. Smelter-smelter merasa keberatan karena perhitungan HPM yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kerugian. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini perlu ditinjau ulang agar tidak menghambat aktivitas industri dan penerimaan negara dari sektor pertambangan.
+ There are no comments
Add yours