Jakarta – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendorong pemerintah dan para eksportir untuk mengoptimalkan pasar Jepang, China, dan Malaysia, serta memperluas jangkauan ekspor ke negara-negara Eropa, menyusul kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap impor dari Indonesia.
“Pemerintah Indonesia juga harus segera mengeksekusi kerja sama perdagangan yang lebih konkret untuk mengakselerasi ekspor ke pasar Inggris, Belanda, Denmark dan Jerman untuk produk udang olahan,” ujar Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, dalam pernyataan resminya di Jakarta, Senin (7/4/2025).
Dani menilai, kebijakan tarif tinggi dari AS akan berdampak signifikan terhadap sektor perikanan Indonesia, mengingat Amerika merupakan salah satu pasar utama. Ia mengungkapkan, sepanjang tahun 2024, ekspor perikanan Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 1,90 miliar dolar AS atau sekitar 32 persen dari total nilai ekspor perikanan nasional.
“Produk udang Indonesia selama ini berada pada posisi yang cukup kuat, terutama untuk kategori udang beku dan olahan ke pasar AS. Namun, dengan adanya kebijakan tarif ini, kita harus segera melakukan diversifikasi pasar,” jelas Dani.
Menurutnya, peluang ekspor produk udang olahan Indonesia masih sangat besar di pasar global. Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM yang dikutip KNTI, kontribusi Indonesia terhadap kebutuhan pasar udang global baru mencapai 12,29 persen.
KNTI pun mendesak pemerintah untuk mengambil langkah strategis guna menjaga daya saing komoditas perikanan Indonesia di tengah tantangan perdagangan internasional yang semakin kompleks.
+ There are no comments
Add yours