Naiknya suku bunga acuan tentu bisa berdampak ke instrumen reksa dana yang memiliki aset dasar surat berharga negara (SBN) dan saham. Dari pasar Surat Berharga Negara (SBN, obligasi pemerintah masih dilepas investor sehingga harganya jeblok dan imbal hasilnya terus terbang. Harga SBN berbalik dengan imbal hasil. Imbal hasil SBN tenor 10 tahun kemarin ditutup di posisi 7,03% dari 6,83% pada perdagangan sebelumnya.
Lalu bagaimana cara kita untuk memitigasi risiko dan mengoptimalkan imbal hasil investasi reksa dana di tengah suku bunga acuan yang mengalami kenaikan? Berikut tips yang bisa Anda lakukan.
Ukur reksa dana saham dengan indeks acuan
Benchmarking adalah hal yang bisa dilakukan untuk menilai kinerja reksa dana dalam jangka panjang. Ketika performa reksa dana tersebut terlihat seringkali mengungguli indeks acuan, maka bisa dikatakan reksa dana tersebut cukup layak beli. Adapun indeks acuan yang bisa dijadikan pembanding adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks Obligasi Negara, dan bunga deposito.
Switching reksa dana atau top up
Untuk memaksimalkan imbal hasil investasi reksa dana Anda, melakukan diversifikasi produk reksa dana tentu adalah kuncinya. Namun satu hal yang tak boleh Anda lupakan adalah melakukan switching dengan memastikan kondisi pasar. Di saat terjadinya koreksi di pasar SBN, besar kemungkinan nilai dari reksa dana pendapatan tetap yang Anda miliki akan menurun. Switching ke reksa dana pasar uang tentu bisa dilakukan.
+ There are no comments
Add yours