JAKARTA – Rencana pemerintah untuk menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025 mendapat penolakan dari berbagai kalangan, termasuk ekonom Bambang Brodjonegoro, yang menganggap kebijakan ini memberatkan masyarakat kelas menengah dan bawah. Kenaikan PPN dianggap tidak adil karena mengena pada semua transaksi, sementara pengurangan PPh hanya menguntungkan perusahaan besar.
Penolakan juga muncul karena kebijakan ini dapat semakin menekan daya beli masyarakat, terutama dengan adanya kenaikan biaya lain seperti BPJS dan iuran perumahan. Beberapa pihak, seperti Anny Ratnawati, menyarankan agar pemerintah menunda atau membatalkan kenaikan PPN.
Sebagai solusi, Hadi Poernomo mengusulkan penerapan sistem self-assessment dan penerbitan Perppu untuk membatalkan rencana kenaikan PPN, dengan pemerintah masih memiliki waktu untuk meninjau kebijakan tersebut sebelum Januari 2025.
+ There are no comments
Add yours