Suku bunga global kini bergerak ketiga arah yang berbeda yakni ketat, longgar, dan bertahan. Pergerakan yang berbeda tersebut didasari oleh perkembangan inflasi di masing-masing negara, kebutuhan untuk mendongrak pertumbuhan, serta menjaga stabilitas mata uang.
Beberapa bank sentral memilih bersikap hawkish cenderung ingin menaikkan suku bunganya secara umum karena inflasi masih sangat tinggi. Contohnya yaitu Argentina dan Turki yang masing-masing mencatat inflasi sebesar 138,3% dan 61,53% pada September 2023. Langkah serupa diambil bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed), Swedia dan Rusia. Berbeda halnya dengan negara-negara yang memiliki tingkat inflasi yang relatif stabil atau sudah sesuai target bank sentralnya, seperti Indonesia yang memiliki inflasi sesuai dengan target, maka kecenderungannya untuk menahan suku bunganya agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Sementara itu, negara-negara yang memangkas suku bunganya seperti China, hal ini dilakukan karena Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sangat rendah bahkan sempat mengalami deflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai target pemerintah sehingga roda perekonomian relatif lambat/lesu. Dengan suku bunga yang rendah, maka diharapkan rakyat mau untuk melakukan konsumsi sehingga perekonomian dapat tumbuh.
Indonesia sendiri sebagai negara emerging market saat ini memiliki tingkat suku bunga sebesar 5,75% dan saat ini sedang melakukan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 18-19 Oktober 2023. Pasar menilai bahwa BI masih akan kembali menahan suku bunganya di angka 5,75% yang telah terjadi sejak Januari 2023. Hal ini dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tidak melandai dengan signifikan dan tetap berada sesuai dengan target BI yakni 4,5-5,3%.
+ There are no comments
Add yours