JAKARTA – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa ketentuan dalam Omnibus Law Cipta Kerja membuat pelaku usaha di industri tekstil merasa kebingungan dengan regulasi yang akan digunakan untuk penetapan upah minimum 2025.
Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Nurdin Setiawan berharap pemerintah tetap mengacu pada PP 51 Tahun 2023, yang merumuskan pengupahan dengan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Nurdin menambahkan bahwa biaya tenaga kerja yang kini mencapai lebih dari 18% dari biaya operasional perusahaan sudah sulit dipertahankan, sehingga diperlukan regulasi yang mempertimbangkan kondisi ini.
Nurdin juga menyoroti pentingnya dukungan fiskal dan perbankan untuk industri padat karya. Ia mengungkapkan bahwa sektor ini kurang mendapatkan perhatian dari bank dalam hal pinjaman, padahal dukungan tersebut sangat diperlukan agar daya saing perusahaan tetap terjaga dan PHK bisa dihindari.
+ There are no comments
Add yours