JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko turun di bawah 5% akibat melemahnya daya beli masyarakat dan penurunan kinerja di sektor manufaktur. Penurunan pada dua indikator ekonomi ini dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif pada sektor konsumsi.
Kinerja Saham-Saham Konsumer
Berikut merupakan rangkuman lima kinerja keuangan perusahaan di sektor konsumer di sepanjang semester I 2024.
Penjualan Semester I 2024
Lima emiten sektor konsumer mencatatkan pertumbuhan penjualan di semester I 2024, meski tidak signifikan, dengan rata-rata margin mencapai 30%
Margin Semester I 2024
Meski margin kelima emiten cukup baik, sebagian emiten masih belum mampu menopang laba bersih.
Laba Bersiih Semester I 2024
Dua emiten grup Salim, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), mengalami penurunan laba bersih pada semester I 2024. Penurunan ini dipengaruhi oleh pelemahan daya beli akibat deflasi yang terjadi sejak Mei 2024 dan lonjakan beban keuangan.
Beban keuangan ICBP melonjak menjadi Rp3,85 triliun per Juni 2024 dari Rp989,31 miliar tahun sebelumnya, sedangkan INDF naik menjadi Rp5,16 triliun dari Rp1,64 triliun. Saham sektor konsumer grup Salim pun belum menunjukkan kenaikan signifikan sepanjang 2024.
Pergerakan Saham Konsumer YTD
Sektor konsumer menghadapi tantangan akibat deflasi dan kontraksi kinerja manufaktur. Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat deflasi 0,03% secara bulanan (mtm) pada Agustus 2024, sementara inflasi tahunan (yoy) mencapai 2,12%, sedikit turun dari 2,13% pada periode sebelumnya.
Tingkat Inflasi Indonesia September 2023 – Agustus 2024
Deflasi selama empat bulan berturut-turut sejak Mei 2024, dipicu oleh penurunan harga pangan seperti bawang merah, daging ayam, tomat, dan telur, mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat di tengah ekonomi yang tidak stabil. Ini merupakan deflasi terpanjang sejak era reformasi, pertama kali terjadi dalam 25 tahun terakhir setelah deflasi beruntun pada 1999, 2008, dan 2020. Pada 1999, deflasi bahkan berlangsung selama delapan bulan akibat krisis ekonomi 1997-1998.
Pada Agustus 2024, deflasi terbesar disumbang oleh makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi 0,52% dan andil deflasi 0,15%. Deflasi yang terjadi empat bulan berturut-turut, jarang terjadi dalam sejarah Indonesia, sebelumnya hanya tercatat pada 1999 dan 2024. Fenomena ini mempengaruhi daya beli masyarakat, berpotensi menurunkan penjualan di sektor barang konsumer.
Sementara itu, angka Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia juga mengalami kontraksi, jatuh ke level 48,9 pada Agustus 2024, menandakan melemahnya aktivitas ekonomi domestik.
PMI Manufaktur Indonesia
PMI Manufaktur Indonesia turun ke level 48,9 pada Agustus 2024, menandakan kontraksi yang lebih dalam dibandingkan bulan Juli yang tercatat 49,3. Penurunan ini adalah yang terendah sejak Agustus 2021, dipicu oleh penurunan output, permintaan baru, dan permintaan asing.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa kontraksi ini disebabkan oleh ketidaksesuaian kebijakan antar kementerian serta serbuan barang impor murah. Penurunan penjualan di sektor manufaktur juga diperparah oleh stok barang jadi yang meningkat.
“Sekali lagi kami tidak kaget dengan kontraksi lebih dalam industri manufaktur Indonesia. Penurunan nilai PMI manufaktur bulan Agustus 2024 terjadi akibat belum ada kebijakan signifikan dari Kementerian/Lembaga lain yang mampu meningkatkan kinerja industri manufaktur,” ujar Agus Gumiwang, Selasa (3/9/2024).
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Agustus 2024 berada di 52,4, menunjukkan ekspansi meski lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Kombinasi deflasi, PMI yang menurun, dan IKI yang rendah menandakan penurunan konsumsi masyarakat, yang dapat berdampak pada sektor konsumer di Indonesia.
+ There are no comments
Add yours