Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Kali ini, tercatat nilai tukar rupiah mencapai Rp 15.725 per dolar AS. Rupiah pun berpotensi terus melemah hingga menembus 16.000 per USD. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, menilai pelemahan rupiah akan berdampak negatif pada kinerja pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku Impor, seperti industri farmasi atau industri petrokimia.
Menurutnya, selain berdampak terhadap industri, pelemahan Rupiah juga berpotensi mendorong tekanan inflasi pangan berlanjut, terutama bila pemerintah mendorong impor-impor pangan strategis. “Hal ini jelas akan berdampak negatif pada daya beli dan tingkat permintaan masyarakat,” ujarnya. Di sisi lain, pelaku usaha yang bergantung pada ekspor justru berpeluang mendapatkan manfaat dari pelemahan kurs rupiah ini, terutama bagi ekspor barang manufaktur. Namun, di tengah pelemahan ekonomi dunia, kemungkinan kinerja ekspor masih akan menghadapi tantangan yang cukup berat.
Josua memperkirakan pada bulan Oktober-November ini, Rupiah akan mencapai titik terlemahnya sebelum rebound dan menguat. Namun, dengan catatan the Fed, pada pertemuan FOMC di November, sudah memberikan sinyal kejelasan suku bunga acuannya sudah memuncak dan membuka ruang pemangkasan di tahun depan. “Yang perlu diantisipasi adalah jika data-data ekonomi AS sampai akhir Oktober masih belum dapat meyakinkan the Fed untuk mengubah stance nya menjadi tidak hawkish lagi,” katanya. Jika ketidakpastian tersebut belum menghilang, ia melihat pasar keuangan cenderung masih akan berfluktuasi dan Rupiah akan berada dalam tren pelemahan.
+ There are no comments
Add yours