Jakarta – Utang pemerintah meningkat signifikan selama satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi membawa utang Indonesia pada level yang berbahaya.
Ketika baru dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober 2014, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewarisi utang sebesar Rp 2.608 triliun. Angka itu sama dengan 24,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Lonjakan utang yang sebenarnya kemudian terjadi pada periode kedua Jokowi. Pada 2020, utang pemerintah melonjak 27,01% dari tahun sebelumnya menjadi Rp 6.079,17. Nilainya kembali naik pada 2021 menjadi Rp 6.913,98 triliun, dan pada 2022 tembus Rp 7.776,74 triliun. Kemudian, utang pada 2023 mencapai Rp 8.163,07 triliun. Menurut data April 2024, utang pemerintah pusat sudah mencapai Rp 8.338,43. Kenaikan jumlah utang ini ikut meningkatkan rasio utang pemerintah terhadap PDB, dari semula 30,6% dari PDB pada 2019 menjadi 38,64% dari PDB pada April 2024.
Besarnya utang pemerintah Jokowi sempat dibahas antara Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja Juni 2024. Sri Mulyani mengatakan rasio utang terhadap PDB di bawah batas aman sesuai dengan Undang-Undang (UU) Keuangan Negara yang rasionya dipatok sebesar 60% terhadap PDB.
+ There are no comments
Add yours