Fraksi PDI Perjuangan meminta agar APBN tahun 2025 diarahkan menuju defisit 0%, namun para ahli ekonomi menyoroti implikasi dari rencana tersebut. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance, Esther Sri Astuti, menekankan bahwa menurut teori kebijakan fiskal, pengeluaran pemerintah seharusnya melebihi penerimaan. Dia menjelaskan bahwa jika anggaran negara dibuat tanpa utang, ini dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara negatif.
Esther menegaskan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara terdiri dari berbagai komponen, termasuk konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, dan belanja pemerintah. Penurunan belanja pemerintah berpotensi melemahkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, memperhatikan rasio utang menjadi penting. Saat ini, rasio utang ke PDB sudah mencapai 38%, dan Esther menyarankan agar porsi utang dikurangi menjadi maksimal 20% dari PDB.
Selain memperhatikan rasio utang, Esther menekankan bahwa penggunaan utang harus diarahkan pada tujuan produktif, seperti investasi, bukan untuk pengeluaran rutin seperti belanja pegawai. Menurutnya, penggunaan utang untuk investasi adalah langkah yang baik.
Telisa Aulia Falianty, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, juga berpendapat bahwa kemungkinan APBN tanpa utang akan sulit diwujudkan. Menurutnya, APBN dengan defisit 0% dapat menurunkan harapan pertumbuhan ekonomi. Telisa menyarankan penurunan tingkat utang secara bertahap untuk menjaga keberlanjutan APBN.
Sebelumnya, Fraksi PDI Perjuangan telah menyampaikan pandangannya terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. Mereka meminta agar defisit dalam APBN 2025 dipatok 0%, dengan alasan bahwa APBN transisi tidak seharusnya memberikan beban defisit atas program-program yang belum dimasukkan dalam Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN).
+ There are no comments
Add yours