Jakarta – Mata uang Asia menunjukkan performa yang mengesankan dalam pekan ini, dengan rupiah Indonesia menjadi salah satu yang merasakan dampak positif dari melemahnya dolar Amerika Serikat (AS). Menurut data dari Refinitiv, rupiah ditutup pada posisi Rp 16.180 per US$1, menguat 0,03% terhadap dolar AS. Penguatan ini tidak hanya memperpanjang tren positif mata uang Garuda, tetapi juga menandai posisi terkuatnya sejak Januari 2025. Dalam sepekan, rupiah mencatat penguatan total sebesar 0,12%, melanjutkan tren positif yang telah dimulai dua pekan sebelumnya.
Meskipun rupiah menunjukkan kinerja yang baik, mata uang Asia lainnya seperti dolar Taiwan dan baht Thailand mencatat penguatan yang lebih signifikan, masing-masing sebesar 0,62% dan 0,49%. Sementara itu, mata uang rupee India dan dong Vietnam justru mengalami pelemahan, dengan dong Vietnam tertekan oleh kesepakatan dagang antara AS dan Vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada penguatan di beberapa mata uang Asia, dinamika pasar tetap dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang kompleks.
Pelemahan dolar AS yang mencapai level terendah sejak April 2022 menciptakan peluang bagi mata uang Asia untuk bersinar. Indeks dolar yang anjlok mencerminkan pergeseran minat investor yang mulai mencari instrumen lain, termasuk mata uang Asia yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Ahli strategi dari BNP Paribas, Parisha Saimbi, menyoroti potensi simpanan valuta asing di Malaysia dan Indonesia yang dapat mendukung penguatan mata uang lokal. Dengan arus masuk investasi portofolio yang meningkat dan kebijakan moneter yang mendukung, penguatan rupiah dan mata uang Asia lainnya diperkirakan akan berlanjut selama fundamental makro tetap stabil.
+ There are no comments
Add yours