Jakarta – Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri menyebut fenomena dedolarisasi kini mulai terlihat nyata, ditandai dengan melemahnya indeks dolar AS terhadap mata uang utama dunia. Dalam acara DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Kamis (22/5/2025), ia mengatakan bahwa tekanan terhadap dolar terjadi karena potensi resesi di Amerika Serikat yang kian meningkat akibat kebijakan perang dagang Presiden Donald Trump dengan negara mitra, khususnya China.

Indeks dolar (DXY) telah turun ke bawah level 100, tepatnya ke angka 99,93, dengan pelemahan 0,19%. Chatib menjelaskan, situasi ini membuat bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), berada di posisi sulit—antara menurunkan suku bunga untuk memulihkan ekonomi atau mempertahankannya demi menahan inflasi yang tinggi. Ketidakpastian ini membuka jalan bagi tren dedolarisasi, meskipun menurut Chatib, dolar AS masih akan tetap dominan dalam lima tahun ke depan.

Ia juga meyakini, dalam jangka menengah, depresiasi dolar akan memperkuat mata uang negara lain, termasuk rupiah. Hal ini tercermin dari penguatan rupiah ke level Rp16.390 per dolar AS usai Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan. “Saya tidak akan terkejut jika dalam jangka menengah kita melihat pelemahan dolar terhadap mata uang utama dunia,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours