JAKARTA- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap bahwa mayoritas pemain judi online di Indonesia adalah masyarakat berpenghasilan rendah, di bawah Rp 5 juta atau di bawah UMP DKI Jakarta. Temuan ini terungkap dalam Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) yang bertujuan mendeteksi dan merespons tindak pidana pencucian uang digital. Pada 2024, dari total 8,8 juta pemain, sekitar 3,8 juta di antaranya memiliki pinjaman non-bank, meningkat dari tahun sebelumnya.
Meski jumlah pemain meningkat, jumlah transaksi judi online justru menurun sekitar 80% pada kuartal I-2025 dibandingkan tahun sebelumnya. PPATK mencatat sebanyak 39,8 juta transaksi terjadi dari Januari hingga Maret 2025. Jika tren ini bertahan, maka hingga akhir 2025 diperkirakan total transaksi hanya mencapai 160 juta. Namun, perputaran dana dari aktivitas ini tetap berpotensi tinggi, yakni bisa mencapai Rp 1.200 triliun tanpa intervensi lebih lanjut.
PPATK menyatakan penurunan transaksi ini berkat kerja keras Satgas Pemberantasan Judi Online yang diketuai Menko Polhukam dan melibatkan Polri, Kominfo, OJK, BI, dan PPATK sendiri. Mereka menjalankan instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Namun, Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa masalah judi online tak hanya soal angka, tetapi juga berimbas pada konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman ilegal, dan dampak sosial lainnya yang semakin mengkhawatirkan.
+ There are no comments
Add yours