Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi memberlakukan tarif impor tinggi terhadap 60 negara, termasuk Indonesia, dengan besaran mencapai 32 persen. Kebijakan ini diumumkan pada Rabu (2/4/2025) dan akan berlaku mulai 9 April 2025. Trump menyebut tarif ini sebagai langkah “resiprokal” atau “liberation day” untuk menekan defisit neraca perdagangan AS, yang dengan Indonesia mencapai US$18 miliar. Ia bahkan menuduh Indonesia menetapkan tarif 64 persen terhadap produk-produk AS, yang disebut sebagai manipulasi mata uang dan hambatan perdagangan.
Merespons kebijakan tersebut, Presiden Prabowo Subianto memilih jalur diplomasi ketimbang retaliasi. Ia menugaskan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, bersama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, dan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) untuk memimpin negosiasi dengan Pemerintah AS. Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menyebut pertemuan dengan pihak AS dijadwalkan pada 17 April 2025. Prabowo juga menawarkan solusi impas dagang alias ‘pa po’, yakni Indonesia siap membeli produk AS senilai US$17 miliar seperti LPG, teknologi pengeboran, hingga pesawat, untuk menyeimbangkan neraca perdagangan.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai kebijakan Trump tak didasari ilmu ekonomi, melainkan transaksi politik. Ia menyiapkan empat menu relaksasi beban pengusaha untuk menghadapi tarif tersebut: pemangkasan pajak impor, reformasi administrasi bea cukai, penyesuaian bea masuk, dan penurunan tarif ekspor CPO. Langkah ini diharapkan bisa memangkas beban pengusaha hingga 14 persen dari total tarif 32 persen yang diberlakukan oleh AS. Pemerintah juga meninjau ulang aturan TKDN agar Indonesia tetap kompetitif di pasar global.
+ There are no comments
Add yours