Jakarta- Di tengah ancaman kebijakan tarif balasan (reciprocal tariff) dari Amerika Serikat (AS), pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia justru mendorong pemerintah untuk membuka lebih banyak impor kapas dari Negeri Paman Sam. Selain itu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bersama Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyatakan, meski kebijakan tarif baru AS bisa menjadi hambatan, masih ada celah agar ekspor produk tekstil Indonesia tetap bisa menembus pasar AS dengan tarif rendah. Saat ini, katanya, kondisi industri tekstil nasional masih belum ideal. Dalam situasi normal, Indonesia sebenarnya sudah mengimpor kapas dari AS senilai US$ 600 juta per tahun. Namun ironisnya, Indonesia justru membanjiri pasarnya dengan impor produk jadi dari China yakni seperti benang, kain, dan garmen hingga mencapai US$ 6,5 miliar.Situasi paling menonjol terjadi di industri pemintalan, yang saat ini hanya mengoperasikan 4 juta dari total kapasitas terpasang sebesar 12 juta mata mata pintal. Untuk itu, API dan APSyFI menuntut pemerintah agar segera melakukan negosiasi dagang timbal balik (reciprocal) dengan AS. Mereka itu berharap, sebagai bagian dari kesepakatan dagang, Indonesia bisa mengimpor lebih banyak kapas dari AS sebagai trade-off, dan bukan justru terus mengimpor produk jadi dari negara lain yang merusak pasar dalam negeri.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours