JAKARTA – Rupiah mengalami tekanan berat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sementara pasar Surat Berharga Negara (SBN) juga terkena dampaknya. Setelah Presiden AS, Donald Trump, menandatangani kebijakan tarif dagang, rupiah anjlok sebesar 0,98% dan berada di angka Rp16.455 per dolar AS pada 3 Februari 2025. Depresiasi ini telah berlangsung selama tiga hari berturut-turut sejak 30 Januari 2025 dan menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir, sejak pandemi Covid-19. Kondisi ini memperburuk sentimen investor, yang mulai melepas kepemilikan mereka atas SBN. Tekanan terhadap rupiah beriringan dengan meningkatnya aksi jual di pasar obligasi pemerintah. Investor melepaskan SBN bertenor lima dan 10 tahun, menyebabkan imbal hasilnya naik. Data menunjukkan bahwa imbal hasil SBN tenor lima tahun naik ke 6,876%, sementara tenor 10 tahun melonjak ke 7,098%. Kenaikan imbal hasil ini menunjukkan bahwa harga obligasi turun, menandakan bahwa semakin banyak investor yang keluar dari pasar obligasi Indonesia. Jika tren ini terus berlanjut, akumulasi penjualan SBN oleh investor asing diprediksi akan semakin besar hingga akhir pekan. Kebijakan tarif impor yang diterapkan Trump menjadi salah satu penyebab utama terpuruknya rupiah dan SBN. Ia resmi mengenakan tarif sebesar 25% untuk impor dari Meksiko dan Kanada serta 10% untuk produk China, termasuk sumber daya energi dari Kanada. Kebijakan ini didasarkan pada upaya melindungi industri dalam negeri AS, namun para ekonom khawatir hal ini dapat memicu kembali inflasi global. Dengan nilai perdagangan AS dan ketiga negara tersebut mencapai US$1,6 triliun per tahun, dampaknya terhadap pasar keuangan global, termasuk Indonesia, menjadi tak terhindarkan.
You May Also Like
HARGA EMAS ANTAM CETAK REKOR BARU, TEMBUS RP1,67 JUTA PER GRAM
February 7, 2025
BANK MEGA SYARIAH KEMBALI BERANGKATKAN RATUSAN JAMAAH UMRAH
February 7, 2025
ΕΚΟΝΟMI RI TERTEKAN: LIMA EKONOM SOROTI MELAMBATNYA PERTUMBUHAN PDB
February 6, 2025
+ There are no comments
Add yours