JAKARTA – Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Meskipun pengenaan tarif 25% untuk Kanada dan Meksiko telah ditunda, dampak perang dagang ini tetap berpotensi memengaruhi ekonomi Indonesia, baik melalui sektor perdagangan maupun keuangan. Menurut Head of Equity Research Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, nilai tukar rupiah juga rentan terpengaruh karena Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar US$17,9 miliar dengan AS sepanjang tahun 2024. Posisi Indonesia yang berada di peringkat ke-15 sebagai mitra defisit perdagangan terbesar AS dan peringkat ke-3 di BRICS setelah China dan India semakin menambah risiko dampaknya. Efek perang dagang ini mulai terasa pada pergerakan rupiah yang mengalami tekanan setelah Trump mengumumkan kebijakan tarifnya terhadap China, Meksiko, dan Kanada. Pada Senin (3/2/2025), rupiah ditutup melemah 0,83% ke level Rp16.430 per dolar AS, posisi terendah dalam tujuh bulan terakhir. Bank Indonesia (BI) pun merespons pelemahan ini dengan mempertimbangkan langkah-langkah stabilisasi. Selain itu, ekonom dari Universitas Paramadina menyatakan bahwa bunga surat utang Indonesia, seperti SBN, SRBI, dan SVBI, harus lebih tinggi untuk mengantisipasi dampak negatif dari perang dagang. Namun, risiko capital reversal tetap ada, yang berpotensi mengganggu stabilitas makroekonomi Indonesia. Sektor finansial dan pasar modal menjadi yang paling terdampak, diikuti oleh sektor komoditas, terutama pertambangan, akibat penurunan permintaan dan harga. Dampak perang dagang juga berimbas pada sektor investasi, baik Foreign Direct Investment (FDI) maupun investasi portofolio. Ketidakpastian global membuat investor cenderung mencari aset yang lebih aman dalam denominasi dolar AS atau mata uang kuat lainnya. Meski demikian, menurut ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro, Wahyu Widodo, aliran investasi dari AS, China, Kanada, dan Meksiko ke Indonesia tidak akan terlalu terdampak langsung oleh perang dagang ini. Faktor domestik seperti risiko negara, kepastian hukum, regulasi, dan birokrasi lebih berpengaruh terhadap investasi di Indonesia. Oleh karena itu, meskipun Indonesia tidak terlibat langsung dalam perang dagang ini, tetap diperlukan kewaspadaan karena konflik perdagangan global ini masih berada pada tahap awal dan berpotensi terus berkembang.
You May Also Like
HARGA EMAS ANTAM CETAK REKOR BARU, TEMBUS RP1,67 JUTA PER GRAM
February 7, 2025
BANK MEGA SYARIAH KEMBALI BERANGKATKAN RATUSAN JAMAAH UMRAH
February 7, 2025
ΕΚΟΝΟMI RI TERTEKAN: LIMA EKONOM SOROTI MELAMBATNYA PERTUMBUHAN PDB
February 6, 2025
+ There are no comments
Add yours