JAKARTA – Saat ini kondisi industri perminyakan Indonesia berbanding terbalik dengan kondisi di tahun 1997. Hal ini diungkapkan secara blak-blakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam acara Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas, Senin (7/10/2024) malam. Ia menyebutkan, pada tahun 1997 Indonesia dapat menghasilkan sekitar 1,6 juta barel minyak per hari (BOPD) dan hanyak mengonsumsi sekitar 600-700 ribu BOPD saja, sehingga Indonesia dapat mengekspor minyak sekitar 1 juta BOPD. Hal ini membuat komoditas minyak menyumbang 40-50% terhadap pendapatan negara.
Namun, pada 2023 situasi ini bagai berbalik 180 derajat. Lifting minyak turun drastis menjadi sekitar 600 BOPD, sementara konsumsi nasional naik drastis menjadi 1 juta BOPD, membuat Indonesia kini harus mengimpor minyak. Kontras dengan keadaan di tahun 1996-1997 ketika Indonesia menjadi eksportir besar.
Bahlil meminta semua pihak untuk bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan ini dan mengapresiasi usaha Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berupaya meningkatkan lifting minyak. Ia juga mencatat rencana program energi di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto yang berfokus pada kedaulatan energi. Meski masa jabatannya singkat, Bahlil mengisyaratkan kemungkinan untuk tetap terlibat di sektor energi pada pemerintahan mendatang.
+ There are no comments
Add yours