JAKARTA – Program Tol Laut telah menjadi salah satu fokus utama Presiden Joko Widodo selama 10 tahun pemerintahannya. Program ini bertujuan untuk meningkatkan konektivitas serta mengurangi disparitas harga antara wilayah Indonesia Timur dan Barat. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan bahwa program ini telah berkembang menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat, terutama di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan. Peningkatan signifikan terlihat dari muatan Tol Laut yang melonjak dari 30 ton dengan 88 TEU pada 2015 menjadi 851,7 ton dengan 24.556 TEU pada 2024, serta peningkatan jumlah pelabuhan yang terlibat dari 11 menjadi 109.
Meskipun telah memberikan banyak manfaat, program Tol Laut juga menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan fiskal, armada kapal, dan infrastruktur pelabuhan. Menhub menekankan perlunya evaluasi dan pengawasan terus-menerus untuk memastikan efektivitas program ini. Selain itu, Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa salah satu tujuan utama Tol Laut adalah untuk mengatasi ketimpangan harga di berbagai wilayah, dengan penurunan koefisien variasi disparitas harga dari 14,2 persen pada 2015 menjadi 10,25 persen pada 2024.
Di sisi lain, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengkritik pelaksanaan program Tol Laut yang dianggap tidak optimal, menyatakan bahwa meskipun ide tersebut sangat baik, eksekusinya kurang tepat. Ketua Umum MTI, Tory Damantoro, menegaskan pentingnya konsep “trade follow the ship” untuk menciptakan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan demikian, meskipun Tol Laut telah menunjukkan beberapa kemajuan, keberhasilan jangka panjang program ini memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang lebih baik agar manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat.
+ There are no comments
Add yours