JAKARTA – Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI)Selain memberikan manfaat yang begitu besar, AI juga memberikan beberapa ancaman bagi umat manusia. Siring Waktu berjalan, semakin banyak pula penguna penguna AI. bahkan perusahaan besar seperti Google dan Microsoft juga mulai mengunakan lecerdasan buatan ini. Namun Geoffrey Hinton yang dikenal sebagai Bapak AI punya pesan khusus. Dia menjelaskan bahaya pengembangan AI untuk masa depan manusia.
Sulit Membedakan Kebohongan
Kehadiran AI telah mempersulit masyarakat dalam membedakan kebenaran dan kebohongan, terutama dengan teknologi deepfake. Deepfake menggunakan AI untuk menciptakan konten visual palsu yang sulit dibedakan dari yang asli, seperti foto dan video tokoh terkenal dengan latar belakang yang tidak lazim. Bahkan Presiden Jokowi pernah jadi korban deepfake yang memperlihatkannya berpidato dalam Bahasa Mandarin. Hal ini membawa dampak serius karena penyebaran informasi palsu dapat menyebabkan berita bohong, penipuan, dan pengaruh politik yang merugikan. Pendidikan tentang literasi digital dan kritis harus ditingkatkan untuk membantu masyarakat mengenali dan memverifikasi konten palsu yang dihasilkan oleh AI sebelum dipercayai atau disebarluaskan secara luas.
Kepintaran yang Melebihi Manusia
Kemajuan AI memiliki banyak keunggulan, seperti memori yang lebih baik, kemampuan mengumpulkan informasi cepat, dan kemungkinan bekerja tanpa henti. AI juga lebih baik dalam beberapa tugas sekaligus dan berpikir lebih jauh ke depan. Namun, kebanyakan AI spesialis untuk aplikasi tertentu. Manusia mempunyai keunggulan dalam menggunakan imajinasi dan intuisi dalam situasi baru, membuat mereka lebih fleksibel. Seiring AI menjadi canggih, ada kemungkinan menciptakan “kecerdasan buatan umum,” yang bisa melampaui kecerdasan manusia. Namun, ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan karena AI bisa menjadi lebih pintar dari manusia tanpa pengawasan yang tepat. Jensen Huang menyoroti bahwa belajar ilmu komputer mungkin tidak lagi diperlukan karena komputer akan menjadi lebih cerdas di masa depan. Hal ini penting untuk mendukung regulasi dan pengawasan yang tepat terhadap perkembangan AI agar tetap terkendali dan bermanfaat bagi manusia.
Penganguran yang Bertambah
Laporan dari Council of Economic Advisers (CEA) di The White House menemukan sekelompok pekerjaan rentan terhadap AI, mencakup 10% tenaga kerja. Pekerjaan tersebut mengalami penurunan permintaan dengan perkembangan lapangan kerja yang lambat. Meskipun banyak pekerjaan lain lebih kompleks, pekerjaan rentan terhadap AI tidak meningkatkan keterampilan sehingga rentan terhadap gangguan teknologi. Analisis juga menunjukkan pekerjaan rentan terhadap AI lebih cenderung bagi pekerja yang lebih tua. Meski demikian, dampak negatif AI pada keseluruhan lapangan kerja minim, tetapi dapat mempengaruhi sebagian pekerja. Data juga menunjukkan pergeseran tugas manusia dan mesin, dengan prospek peningkatan kontribusi mesin dalam lima tahun mendatang. WEC memprediksi AI akan menggantikan 85 juta pekerjaan tahun 2025. Freethink menyebutkan 65% pekerjaan ritel dapat diotomatisasi tahun tersebut. PwC perkirakan 30% pekerjaan otomatisasi 2030, dengan dampak lebih besar pada pria.
+ There are no comments
Add yours