Peneliti China telah berhasil mengkloning monyet rhesus pertama, spesies yang banyak digunakan dalam penelitian medis karena fisiologinya mirip dengan manusia. Mereka mengatakan ini dapat mempercepat pengujian obat, karena hewan yang identik secara genetik memberikan hasil yang sama, sehingga memberikan kepastian yang lebih besar dalam uji coba.
Sebelumnya, upaya untuk mengkloning rhesus tidak menghasilkan kelahiran atau keturunannya mati beberapa jam kemudian. Falong Lu dari Universitas Chinese Academy of Sciences mengatakan bahwa semua orang senang atas hasil penelitian sukses. Namun di satu sisi, para ilmuwan dunia menyatakan keprihatinannya atas penelitian ini. Juru bicara Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) Inggris mengatakan organisasi tersebut percaya penderitaan yang timbul pada hewan lebih besar daripada manfaat bagi pasien manusia. Monyet kera pertama dikloning pada tahun 2018, tetapi monyet rhesus lebih disukai para peneliti medis, karena kemiripan genetiknya dengan manusia.
Masalah pada metode pengklonan sel dewasa untuk menjadi embrio terjadi dalam keseluruhan penelitian. Termasuk terjadi kesalahan dalam pemrograman ulang, dan sangat sedikit yang akhirnya dilahirkan dan lebih sedikit lagi yang lahir sehat, antara 1 dan 3% pada sebagian besar mamalia. Dan hal ini terbukti lebih sulit lagi pada monyet rhesus, tanpa adanya kelahiran sampai tim peneliti berhasil melakukannya dua tahun lalu.
RSPCA menyatakan keprihatinan atas tingginya jumlah hewan yang mengalami penderitaan dan kesusahan, serta sangat rendahnya tingkat keberhasilan pada penelitian tersebut. Menurut ilmuwan, primata adalah hewan yang cerdas dan memiliki perasaan, bukan hanya alat penelitian. Hal serupa disampaikan oleh Prof Robin Lovell-Badge dari institut Francis Crick di London. Ia sangat mendukung penelitian pada hewan ketika manfaatnya bagi pasien lebih besar daripada penderitaan yang harus ditanggung para hewan.
+ There are no comments
Add yours