Tetangga RI, Papua Nugini, mengumumkan status darurat. Ini setelah 15 orang tewas dalam kerusuhan ketika massa menjarah dan membakar toko-toko.
Kekerasan meletus di Port Moresby pada Rabu malam setelah sekelompok tentara, petugas polisi dan pegawai negeri sipil (PNS) penjaga penjara melancarkan protes atas pemotongan gaji mereka yang tidak dapat dijelaskan. Dalam beberapa jam, kerusuhan juga menyebar ke kota Lae, sekitar 300 kilometer (186 mil) di utara ibu kota.
“Hari ini kami menyerukan keadaan darurat selama 14 hari di ibu kota negara kami,” kata Marape dikutip AFP Jumat (12/1/2024).
“Lebih dari 1.000 tentara disiagakan untuk mengatasi segala situasi yang mungkin timbul di masa depan”, katanya.Selain 15 orang tewas, rumah sakit terbesar di Port Moresby dilaporkan merawat 25 orang yang menderita luka tembak. Dilaporkan pula enam orang mengalami luka akibat pisau semak.
Kedutaan Besar AS di Port Moresby mengatakan, tembakan terjadi di dekat kompleks kedutaan ketika polisi berusaha membubarkan kelompok penjarah. Kerumunan yang lebih kecil berkumpul sebelumnya di luar kantor PM di Port Moresby, merobek gerbang keamanan dan membakar mobil polisi yang diparkir.
Di sisi lain, China mengajukan keluhan kepada pemerintah Papua Nugini. Ini menyusul laporan bahwa para perusuh menargetkan bisnis milik Tiongkok.
Kementerian luar negerinya mengatakan dua warga negara China bahkan cedera. Mereka terluka ringan dalam kekerasan tersebut.
“Kami mengingatkan warga negara China di untuk memperhatikan perubahan situasi keamanan di lapangan,” kata juru bicara kementerian Mao Ning memberi peringatan.
Papua Nugini termasuk negara miskin. Negara itu juga memiliki tingkat kejahatan yang tinggi.
Meskipun negara ini kaya akan cadangan gas, emas dan mineral, menurut data laman yang sama, kelompok hak asasi manusia memperkirakan bahwa hampir 40% dari sembilan juta penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Australia baru-baru ini menandatangani perjanjian keamanan dengan Papua Nugini, berjanji untuk membantu pasukan polisi memerangi perdagangan senjata, penyelundupan narkoba, dan kekerasan suku.
“Kami terus mendesak ketenangan di masa sulit ini,” kata PM Australia Anthony Albanese.
+ There are no comments
Add yours