Belum genap seminggu tahun ini, satu bank perekonomian rakyat (BPR) kembali ditutup. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin BPR Wijaya Kusuma pada 4 Januari 2024. Sementara itu, sepanjang tahun lalu sebanyak empat BPR telah ‘gulung tikar’ setelah dicabut izinnya oleh OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan keputusan pihaknya itu dilatarbelakangi oleh konsekuensi dari Undang- Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
“Tentu penyesuaian ini tidak mudah karena harus dipersiapkan segala regulasi dan sistem pengawasannya dengan baik,” ujar Dian dalam pesan tertulisnya, dikutip Senin (8/1/2024).
Dia mengatakan OJK akan memastikan bahwa seluruh BPR dalam kondisi yang sehat dengan rasio permodalan dan rasio-rasio keuangan lainnya yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Eks Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini juga menyinggung adanya parasis di dalam sistem perbankan. Oleh karena itu semua BPR yang memiliki masalah fraud akan ditindak dengan diserahkan kepada LPS dan aparat penegak hukum bagi oknum-oknum yang terlibat.
Namun, Dian mengatakan otoritas akan mengeluarkan peta jalan pengembangan dan penguatan BPR. Ia mengatakan beberapa aturan baru sudah dikeluarkan tahun lalu dan akan dikeluarkan tahun 2024 ini sebagai bagian dari peta jalan tersebut.
“Intinya BPR-BPR ini benar-benar akan dijadikan bank andalan rakyat yang bisa dipercaya, efisien dan memberikan kontribusi ekonomi yg semakin meningkat, sehingga layak untuk bisa mengemban amanat UU P2SK,” jelasnya.
Tren BPR jatuh dimulai usai UU P2SK disahkan pada awal tahun 2023. Dian pun tak menampik adanya potensi jumlah BPR yang ditutup karena melakukan fraud akan semakin banyak.
Sementara itu, ia sebelumnya mengatakan berdasarkan kajian otoritas dalam 5 tahun ke depan jumlah BPR akan berkurang hingga lebih dari 400 entitas. Dengan demikian, diperkirakan hanya akan tersisa 1.000 BPR pada 2027. Dian menyebut, dari target sisa BPR tersebut, kebanyakan akan berasal dari konsolidasi grup. Ia menekankan kebijakan OJK soal BPR akan menjadi single presence policy (SPP), artinya tidak boleh satu orang memiliki banyak BPR.
+ There are no comments
Add yours