Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpendapat masalah mendasar tidak tercapainya target lifting minyak pada 2023 lantaran selama ini hanya mengandalkan dari lapangan-lapangan tua. Artinya tren penurunan produksi secara alamiah tak bisa dihindari.
Komaidi menilai cukup sulit bagi pemerintah untuk menggenjot kenaikan produksi minyak kalau hanya tetap mengandalkan dari lapangan tua. Kecuali dalam waktu dekat ini ditemukan lapangan minyak baru yang dapat menggantikan produksi yang menurun.
Menurut Komaidi penurunan produksi migas secara alamiah dari waktu ke waktu pasti akan selalu ada. Karena itu diperlukan temuan cadangan baru untuk mengkompensasi cadangan yang sudah diproduksikan.
“Kalau gak ada eksplorasi nemuin cadangan jangan berharap produksi atau lifting minyak kita dari waktu ke waktu untuk naik. Bisa sama saja itu sudah sangat bagus,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat produksi minyak siap jual atau lifting minyak Indonesia hanya 607 ribu barel per hari (bph) pada 2023. Realisasi tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar 660 ribu bph.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tak hanya target lifting minyak yang meleset, tapi juga lifting gas yang hanya 964 ribu barel oil equivalent per day (BOEPD) pada 2023. Angka itu di bawah target sebesar 1,1 juta BOEPD. Sementara, Sri Mulyani mengatakan harga minyak mentah dunia tercatat US$ 78,43 per barel pada 2023. Realisasi tersebut lebih rendah dari asumsi pemerintah yang ditetapkan sebesar US$ 90 per barel sepanjang 2023.
“Ini meski OPEC sudah memutus untuk mengurangi produksi, tapi karena lingkungan global melemah dan banyak muncul alternatif renewable tekanan jadi tidak mudah,” jelas Sri Mulyani.
+ There are no comments
Add yours