Kekeringan Likuiditas RI, Ekonom: Bank Tak Bisa Sepenuhnya Disalahkan

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai perbankan tak bisa sepenuhnya disalahkan atas kekeringan likuiditas di RI yang sempat disinggung oleh Presiden Joko Widodo. Dia mengatakan ada andil dari pemerintah yang membuat Indonesia kekeringan uang.

“Kalau likuiditas sebenarnya bank itu masih sangat besar, karena rasio kecukupan modalnya masih 25%, likuiditasnya juga masih besar,” kata Aviliani dalam diskusi ‘Evaluasi dan Perspektif Ekonom Perempuan Indef Terhadap Perekonomian Nasional’, Kamis (28/12/2023).

Aviliani menilai yang membuat kekeringan likuiditas di Indonesia sempat menurun adalah rendahnya permintaan kredit dari sektor riil kepada perbankan. Menurut dia, permintaan kredit yang menurun inilah yang membuat bank-bank kemudian menaruh uangnya di instrumen surat berharga milik negara dan Bank Indonesia.

“Jadi kalau Pak Jokowi bilang bank itu taruh ke Bank Indonesia, justru karena tidak ada permintaan (kredit),” tegasnya.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi sempat menyoroti perputaran uang di Indonesia yang semakin kering saat menghadiri Pertemuan Tahunan BI pada November lalu. Di depan para bankir yang menghadiri pertemuan itu, Jokowi mengatakan mendapat keluhan dari banyak pengusaha terkait keringnya likuiditas di RI ini.

Jokowi meminta bank-bank di Indonesia tidak hanya menggunakan uangnya untuk membeli surat berharga negara, namun juga disalurkan ke masyarakat. Menurut dia, kondisi kekeringan uang ini bisa mengganggu sektor riil.

Uang kuasi dalam nominal tumbuh secara bulanan sekitar Rp43 triliun dari Rp3.744,8 triliun pada September 2023 menjadi Rp3.787,3 triliun pada Oktober 2023 yang didominasi oleh simpanan berjangka (rupiah dan valas).

Sementara DPK tercatat Rp8.029,7 triliun, atau tumbuh sebesar 3,8% yoy. Angka tersebut relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya.

Bank Mandiri melihat bahwa fenomena ini terjadi karena adanya akumulasi tabungan utamanya kelas menengah bawah, yang cukup tinggi di tahun 2022 akibat terjadinya pandemi dan pembatasan sosial. Masyarakat pun mulai menarik tabungannya di tahun 2023.

Secara kelompok pendapatan, belanja masyarakat dari kelompok terbawah-konsumen dengan saldo tabungan di bawah Rp 1 juta-mulai menunjukkan perlambatan. Secara bulanan, belanja masyarakat kelompok terbawah di November sedikit lebih rendah dibandingkan bulan Oktober 2023.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours