Situasi tahun 2023 yang cukup tidak stabil berdampak pada perilaku masyarakat yang cenderung menahan kredit dan makan tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta membayar cicilan. Secara umum, kondisi perekonomian 2023 masih terbilang cukup sulit mengingat berbagai peristiwa yang terjadi khususnya dari global, seperti Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, perang Rusia-Ukraina sejak 2022 yang tak kunjung usai, perang Hamas-Israel yang dipicu kembali pada Oktober 2023, hingga suku bunga global yang masih tinggi untuk menekan inflasi yang sempat melonjak.
Alhasil untuk menghadapai situasi tersebut, setiap individu relatif cenderung menggunakan tabungannya untuk bertahan hidup dan perusahaan/korporat juga menahan ekspansi bisnisnya. Hal ini berujung pada pertumbuhan kredit yang terus melandai.
Pada awal tahun, uang beredar dalam arti luar (M2) tumbuh positif menjadi Rp8.271,7 triliun atau naik 8,2% year on year/yoy. Hal ini terjadi akibat pertumbuhan komponen uang beredar dalam arti sempit (M1) yang juga tumbuh 8,5% yoy. Tingginya pertumbuhan M2 tersebut terjadi dipengaruhi akibat penyaluran kredit yang tumbuh lebih dari 10% sejalan dengan perkembangan penyaluran kredit produktif dan konsumtif. Sementara itu, DPK pada Januari 2023 tercatat tumbuh sebesar 8,03% menjadi Rp7.953,8 triliun jika dibandingkan dengan Desember 2022 yang tumbuh 9,01%, dengan giro sebagai main driver. Cukup tingginya penyaluran kredit tak lepas dari upaya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perihal pengenaan bunga kredit mikro sebesar 0%.
Pertumbuhan penyaluran kredit perbankan per November 2023 mencapai 9,74% secara yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yaitu 8,99% yoy. Pertumbuhan itu didorong oleh permintaan kredit sejalan dengan terjaganya kinerja korporasi dan rumah tangga. Pertumbuhan kredit secara sektoral ditopang perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan jasa
Lebih lanjut, M2 pada Oktober 2023 tercatat hanya tumbuh 3,4% yoy. Sebagai catatan, pertumbuhan tersebut adalah yang terendah dalam sejarah Indonesia. Perlambatan terjadi disebabkan oleh pertumbuhan uang kuasi 7,8% yoy pada Oktober 2023, setelah bulan sebelumnya tumbuh 8,4% yoy pada September 2023. Sementara DPK tercatat Rp8.029,7 triliun, atau tumbuh sebesar 3,8% yoy. Angka tersebut relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya.
Melandainya pertumbuhan DPK selaras dengan Mandiri Spending Index (MSI) yang menunjukkan bahwa tren masyarakat kelas menengah bawah makan tabungan terus terjadi sejak bulan April 2023. Sementara itu, jumlah tabungan terus mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2022.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK dan kredit di perbankan pada tahun ini akan rendah, masing-masing di kisaran 6%-8%, dan 7%-9%. Sedangkan bank besar bisa di atasnya sekitar 1%-2%.
Sikap hati-hati perbankan karena adanya risiko tekanan ekonomi global akibat perang, harga komoditas yang bergejolak, pelemahan ekonomi, serta masih tingginya inflasi dan suku bunga acuan bank sentral global. “Ini jadi catatan karena appetite sebenarnya untuk memberikan kredit itu masih cukup tinggi, namun bank akan sangat prudent melihat dan memitigasi risiko sambil melihat peluang,” tutur Andry.
+ There are no comments
Add yours