Perkembangan teknologi digital yang berkembang pesat hingga pada sektor jasa keuangan membuat regulator perlu mengantisipasi agar masyarakat tetap terlindungi.
Sayangnya, teknologi keuangan atau financial technologi (Fintech) yang makin menjamur dan berkembang secara masif karena kemudahan akses tidak diimbangi dengan pengetahuan masyarakat terkait dengan bunga yang harus dibayar. Akibatnya, banyak masyarakat yang terlilit utang.
Hal tersebut menjadi sorotan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peta jalan Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) dan Surat Edaran (SE) OJK 19/SEOJK.06/ 2023.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan peta jalan dan SE OJK ini akan menjadi penentu bagi industri.
“Apakah industri akan benar-benar kuat, benar-benar merespon dengan tepat, kepercayaan tapi juga tangung jawab, dan ekspektasi yang lebih besar dari seluruh lapisan jajaran masyarakat,” ungkap Mahendra.
Dalam SE OJK terbaru, besaran bunga peer to peer lending (P2P) kini diatur OJK. Otoritas membatasi bunga pinjaman online (pinjol) akan dibatasi menjadi 0,1% hingga 0,3% per hari. Sebelumya Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menetapkan maksimal bunga harian pinjol 0,4% per hari.
Dalam SE OJK 19/SEOJK.06/ 2023, manfaat ekonomi yang dikenakan oleh penyelenggara adalah tingkat imbal hasil, termasuk bunga/margin/bagi hasil, biaya administrasi/biaya komisi/fee platform/ujrah yang setara dengan biaya dimaksud, dan biaya lainnya, selain denda keterlambatan, bea meterai, dan pajak.
Batasan untuk bunga pinjol untuk pinjaman konsumtif jangka pendek kurang dari 1 tahun, yaitu sebesar 0,3% per hari kalender dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan, yang berlaku selama satu tahun sejak 1 Januari 2024.
+ There are no comments
Add yours