Bank Dunia baru-baru ini merilis data utang global yang mencengangkan banyak pihak. Lembaga internasional ini mencatat negara-negara berkembang mengeluarkan dana sebesar US$ 443,5 miliar (Rp 6.800 triliun) untuk melunasi utang publik dan jaminan publik mereka pada 2022. Hal ini diungkap dalam International Debt Report Bank Dunia yang dirilis minggu lalu (13/12/2023). Bank Dunia mengatakan peningkatan pengeluaran ini pun menggeser kebutuhan penting seperti kesehatan, pendidikan, dan lingkungan.
Pembayaran utang, termasuk pokok dan bunga, meningkat sebesar 5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya di semua negara berkembang. Ini padahal terjadi saat era suku bunga tinggi menghantam dunia.
“Ini adalah kenaikan 5% dari tahun sebelumnya, dan hal ini dapat lebih buruk bagi negara-negara miskin dunia,” kata Bank Dunia dalam laporannya, dikutip Rabu (20/12/2023).
Indermit Gill, Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Grup Bank Dunia mengungkapkan tingkat utang yang sangat tinggi dan suku bunga yang tinggi telah menempatkan banyak negara di jalur menuju krisis. Gill menuturkan penguatan dolar AS menambah kesulitan negara-negara berkembang dan berpendapatan menengah ke bawah, membuat mereka kesulitan melakukan pembayaran. Dalam situasi seperti ini, kenaikan suku bunga lebih lanjut atau penurunan tajam pendapatan ekspor dapat membuat berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan.
Alhasil, setiap triwulan di mana suku bunga tetap tinggi mengakibatkan semakin banyak negara berkembang yang tertekan dan menghadapi pilihan yang sulit untuk melunasi utang publiknya atau berinvestasi pada bidang kesehatan masyarakat, pendidikan, dan infrastruktur.
Indonesia sebagai negara berkembang tercatat memiliki utang sebesar Rp8.041,01 triliun per November. Kementerian Keuangan mencatat utang ini naik tipis dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.950,52 triliun.
“Jumlah utang Pemerintah pada periode ini mencapai Rp8.041,01 triliun dengan rasio utang terhadap PDB 38,11%,” tulis Kemenkeu dalam buku APBN Kita.
Jika dilihat lebih lanjut, rasio utang Indonesia yang berada di 38,11% ini tercatat aman. Peraturan perundan-undangan, sesuai dengan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang Pemerintah adalah maksimal 60% dari PDB.
Selain itu, Kemenkeu menegaskan pemerintah mengelola utang yang disiplin menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit di 2023 yang tetap mempertahankan rating sovereign Indonesia pada level investment grade (S&P dan Fitch (BBB/Stable), R&I (BBB+/ positive)) di tengah dinamika perekonomian global saat ini. Kemenkeu juga mengklaim pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara cermat dan terukur lewat komposisi mata uang, suku bunga, serta jatuh tempo yang optimal.
+ There are no comments
Add yours