Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut tuduhan Uni Eropa atas produk baja nirkarat/stainless steel RI yang mendapat subsidi dari pemerintah China tidak mendasar. Bahkan ini menjadi kasus sengketa pertama di dunia dalam sejarah pembentukan World Trade Organization (WTO). Atas tuduhan tersebut, Uni Eropa kemudian mengenakan tambahan bea masuk antidumping (BMAD) dan Countervailing Duties atau bea masuk penyeimbang (BMP) atas lempeng baja canai dingin nirkarat atau stainless steel cold-rolled flat (SSCRF) Indonesia.
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional Kementerian Perdagangan Bara Krishna Hasibuan menilai transnational subsidies atau subsidi transnasional sebetulnya juga tidak bertentangan dengan ketentuan WTO, yang dinamakan dengan agreement on subsidies and countervailing measures.
Merespon itu, Indonesia pun telah resmi menggugat Uni Eropa di WTO atas pengenaan tambahan bea masuk antidumping tersebut pada akhir November 2023. Terlebih apa yang dituduhkan oleh Uni Eropa juga tidak mempunyai dasar bukti yang kuat.
“Argumentasi dari Uni Eropa adalah bahwa pabrik yang dimiliki oleh investor China yang beroperasi di kawasan industri Morowali mendapatkan subsidi dari pemerintah China. Sedangkan mereka gak bisa membuktikan jenis subsidi seperti apa itu yang dikenal dengan nama transnational subsidies,” kata dia.
Ia pun memproyeksikan RI bisa merugi hingga 40 juta Euro atau sekitar Rp 668,8 miliar (asumsi kurs Rp 16.720 per Euro) bila peningkatan bea impor antidumping ini diberlakukan Uni Eropa. Jumlah tersebut setara 20.000 ton stainless steel yang dikenakan tambahan biaya bea masuk antidumping tersebut.
+ There are no comments
Add yours