Pemerintah Didesak Agar Serius Lindungi Negeri Dari Serbuan Barang Impor

Pemerintah didesak lebih serius melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor. Pasalnya, barang impor, baik legal maupun ilegal telah dikeluhkan memicu anjloknya utilisasi pabrik, hingga berujung pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Hal itu disampaikan Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono. Dia mengatakan, serbuan impor telah membuat utilisasi pabrik plastik hilir di dalam negeri anjlok 50%.

Dia menuturkan, efek kemarau ekstrem yang melanda sejak pertengahan tahun ini, permintaan produk plastik hilir, seperti peralatan rumah tangga (houseware) sebenarnya stagnan. Sebab, ada kecenderungan menunda pesta di daerah-daerah. 

“Biasanya di daerah banyak kondangan. Kotak-kotak plastik itu biasanya di daerah dipakai untuk kotak kondangan. Dulu kan pakai besek, sekarang kotak plastik. Jadi berkurang. Belum lagi Tupperware kan sudah nggak di sini lagi. Produksi dipangkas. Tapi ternyata impornya banjir,” kata Fajar.

Karena itu, dia mendesak pemerintah serius melakukan pengendalian serbuan barang-barang impor yang membanjiri pasar konsumsi di dalam negeri. 

“Mudah-mudahan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 25/2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor bisa selesai tahun ini dan diteken. Sehingga impor bisa dikendalikan dan nggak membanjiri pasar dalam negeri lagi. Perlindungan dengan neraca komoditas harus dilakukan,” cetusnya.

Sebelumnya, pengusaha maupun serikat pekerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sebelumnya telah mengungkapkan deretan perusahaan terpaksa melakukan PHK massal, bahkan tutup. Mengutip data PHK karyawan dan anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) periode tahun 2020 hingga awal tahun 2023, sebanyak 14 perusahaan ternyata telah tutup sejak tahun 2020 lalu. Dengan total 23.367 orang pekerja kehilangan pekerjaan akibat penutupan perusahaan tersebut. 14 perusahaan itu termasuk dalam 36 perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 56.976 pekerja sejak tahun 2020. Salah satu penyebab utama PHK adalah penurunan produksi dipicu gempuran barang impor.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours