Bursa Asia-Pasifik cenderung kembali melemah pada awal perdagangan Kamis (7/12/2023), menjelang rilis data neraca perdagangan China periode November 2023. Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang ambles 1,3%, Hang Seng Hong Kong ambrol 1,18%, Shanghai Composite China melemah 0,46%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,51%, ASX 200 Australia turun 0,17%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,39%.
Pada hari ini, neraca perdagangan China periode November dirilis, di mana ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan ekspor China pada bulan lalu akan tumbuh negatif sebesar 1,1% secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara impor tumbuh 3,3%, cenderung stabil dari periode sebelumnya yakni 3%. Meski begitu, surplus perdagangan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini diperkirakan meningkat menjadi US$ 58 miliar, naik dari sebelumnya US$ 56,53 miliar pada Oktober lalu.
Data manufaktur yang beragam pada November lalu telah mempertahankan seruan untuk dukungan kebijakan lebih lanjut guna menopang pertumbuhan namun juga menimbulkan pertanyaan mengenai apakah sebagian besar survei berbasis sentimen negatif mencerminkan perbaikan kondisi. Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung kembali melemah terjadi di tengah lesunya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin. Artinya, bursa Asia-Pasifik juga cenderung mengikuti Wall Street.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun 0,19%, S&P 500 melemah 0,39%, dan Nasdaq Composite berakhir terkoreksi 0,58%. Pasar mendapat dorongan pada awal sesi setelah data menunjukkan penurunan biaya tenaga kerja memberikan dampak positif terhadap jalur inflasi, sementara lonjakan produktivitas menandakan potensi perekonomian untuk menghindari resesi.
Data penggajian swasta dari ADP memberikan indikasi terbaru bahwa pasar kerja, yang telah lama dianggap sebagai titik lemah bagi Federal Reserve, sedang mengalami pelonggaran. Namun laporan ADP pada Rabu kemarin hanyalah salah satu dari serangkaian rilis data yang berfokus pada tenaga kerja yang dipertimbangkan oleh para pelaku pasar selama seminggu ini. Pada Selasa lalu, Departemen Tenaga Kerja menunjukkan lowongan pekerjaan pada Oktober turun ke level terendah sejak Maret 2021.
Angka pekerjaan yang cenderung melandai membuat potensi inflasi AS yang dapat ditekan ke depan mengingat jumlah lowongan kerja yang tersedia semakin berkurang sehingga kesempatan bekerja bagi tenaga kerja semakin sedikit. Inflasi AS yang melandai dan terus mendekati target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yakni 2% mengindikasikan bahwa suku bunga The Fed berpotensi tidak mengalami kenaikan ke depan.
+ There are no comments
Add yours