Fenomena orang Indonesia menggunakan tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari alias makan tabungan mengemuka belakangan ini. Fenomena tersebut mencuat dari survei yang dirilis oleh Bank Indonesia beberapa waktu lalu. BI merilis data Survei Konsumen per Oktober 2023 yang menunjukkan banyak warga Indonesia harus menggunakan tabungannya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. BI mencatat rasio tabungan terhadap pendapatan per Oktober 2023 turun jauh dibandingkan posisi sebelum pandemi Covid-19 atau Oktober 2019.
Menanggapi fenomena tersebut, 5 ekonom mengajukan pendapat yang berbeda-beda mengenai penyebab orang RI makan tabungan. Ada yang menilai fenomena ini muncul sebagai dampak dari strategi pemulihan ekonomi Indonesia pasca Covid-19, sementara ekonom lainnya berpendapat bahwa kenaikan harga menjadi biang keladi masalah ini.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal berpendapat penyebab umum orang RI makan tabungan adalah biaya hidup yang semakin mahal dan pendapatan masyarakat yang cenderung tetap. Namun, Faisal lebih menyoroti masalah kenaikan harga sebagai biang keladi terjadinya fenomena makan tabungan.
Dia mengatakan meskipun inflasi tahun ini relatif lebih rendah ketimbang tahun lalu, namun kondisi melambatnya perekonomian Indonesia membuat daya beli masyarakat semakin tergerus dengan kenaikan harga. “Dalam kondisi ekonomi tumbuh lebih lambat, walaupun inflasi lebih rendah akan melemahkan dari sisi daya beli,” kata dia.
Peneliti LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan data BI menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang tergerus tabungannya paling dalam adalah masyarakat kalangan bawah. Menurut dia, hal ini bisa terjadi karena kenaikan harga-harga bahan makanan, terutama beras.
“Ini yang nampaknya mendorong adanya penggunaan tabungan oleh sebagian kelompok masyarakat termiskin,” kata dia.
Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda berpendapat faktor yang paling berpengaruh pada fenomena makan tabungan adalah konsumsi masyarakat. Dia bilang konsumsi masyarakat tetap meningkat, namun tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan yang signifikan. Merujuk data dari BPS, kata dia, kenaikan paling cepat adalah konsumsi telekomunikasi dan transportasi; serta restoran dan hotel.
Kepala Center of Macroeconomics and Finance Indef. M Rizal Taufikurahman mengatakan kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari dan pendapatan yang cenderung stagnan memang terjadi. Namun dia berpendapat faktor perubahan gaya konsumsi masyarakat juga memberikan andil pada fenomena makan tabungan ini.
Direktur IDEAS Yusuf Wibisono berpendapat fenomena makan tabungan ini terjadi karena meningkatnya kesenjangan ekonomi di masyarakat. Indikator gini rasio, kata dia, memang menunjukkan tingkat kesenjangan yang moderat. Namun, bila menggunakan indikator tabungan masyarakat di perbankan, tingkat kesenjangan itu mengkhawatirkan.
+ There are no comments
Add yours