Biaya hidup makin hari makin mahal. Gaji yang cenderung stagnan membuat sebagian masyarakat berusaha mencari kerja sambilan untuk menambah pendapatan. Seorang pria yang berprofesi sebagai satuan pengamanan bernama Fikri menjadi salah satu orang yang melakukan kerja sambilan tersebut. Dia memilih menarik ojek sebagai pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
“Setiap libur saya ambil kerja sambilan untuk tambahan,” kata dia dikutip Selasa (5/12/2023)
Fikri melakukan kerja sambilan itu baru sekitar sebulan. Pemicunya adalah pendapatannya dalam 3 bulan ini selalu tidak cukup. Setiap menjelang akhir bulan, dia harus makan tabungan untuk bisa menyambung hidup sampai gaji berikutnya didapatkan. “Satu bulan paling enggak Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu (makan tabungan),” kata dia. Dia mengatakan lonjakan pengeluaran yang amat besar dirasakan pada bulan November kemarin. Pengeluarannya bertambah karena harus membayar uang arisan dan servis motor. Walhasil, makan tabungan saja tidak cukup. Fikri harus meminjam duit ke dua orang kerabatnya. “Itu berarti udah parah banget minusnya,” kata dia.
Senada dengan Fikri, Zukilfi seorang pegawai negeri sipil (PNS) mengatakan gajinya mepet untuk kebutuhan sehari-hari. Menurut dia, karena gajinya yang tidak mencukupi itu harus membuatnya hidup serba hemat. Cerita Fikri dan Zulkifli mungkin hanya sedikit dari kisah warga RI yang bergelut menempuh jalan kerja ganda untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena yang sama sebenarnya juga tercermin salah satunya dalam survei yang dilakukan Bank Indonesia.
Data Survei Konsumen dari Bank Indonesia per Oktober 2023 menunjukkan memang banyak warga Indonesia yang harus menggunakan tabungannya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. BI mencatat rasio tabungan terhadap pendapatan per Oktober 2023 turun jauh dibandingkan posisi sebelum pandemi Covid-19 atau Oktober 2019. Berdasarkan data BI, kelompok masyarakat dengan pendapatan Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta seperti Fikri yang mengalami penurunan rasio simpanan terhadap pendapatan paling dalam atau sebesar 460 basis poin (bps). Kemudian disusul oleh kelompok pendapatan Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta, yakni merosot 400 bps.
Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai data tersebut menunjukkan terjadi fenomena masyarakat menggunakan tabungannya untuk memenuhi kebutuhan hidup harian. Dia menduga ada penurunan pendapatan, sehingga porsi tabungan harus diambil untuk menutupi kebutuhan.
“Konsumsi ini ada primer sampai tersier. Primer ini tidak bisa dikurangi, jadi kalau kurang mau tidak mau harus ambil dari tabungan,” kata dia.
+ There are no comments
Add yours