Jusuf Kalla: 90% Nikel Ini Dikuasai China

Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) mendadak angkat bicara soal sumber daya alam Indonesia, termasuk nikel. Ia mengungkapkan, sebagian besar sumber daya alam Indonesia telah diambil alih oleh negara lain, termasuk China. Ditegaskannya, Indonesia perlu percaya diri dan berupaya menguasai teknologi. “Kenapa kita selalu tidak percaya diri, kita bicara banyak hal, kita bicara nikel, 90% nikel ini dikuasai China karena mereka selalu menganggap teknologi adalah mereka. Kita selalu harga diri rendah, seakan-akan tidak bisa menguasai teknologi,” katanya dalam Economix FISIP UI, dikutip Selasa (28/11/23). Padahal, lanjutnya, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah sehingga mampu bersaing dengan banyak negara lain. Indonesia juga memiliki kemampuan pengolahan teknologi, seperti pengolahan dan pemurnian bijih (smelting).

Indonesia diperkirakan akan mengoperasikan 116 pabrik metalurgi di tahun-tahun mendatang. Jumlah tersebut meliputi pengecoran logam yang sudah beroperasi, sedang dibangun, dan direncanakan akan dibangun. JK juga kembali menegaskan perlunya kepercayaan terhadap pengelolaan sumber daya alam. Fokus asing terhadap berkurangnya sumber daya alam di Indonesia bukan satu-satunya. Sebelumnya, Faisal Basri, Ekonom Senior Institute for Economic Development and Finance (INDEF), mengungkapkan manfaat dari Pride Program Day pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah industri China justru mendapat manfaat dari hilirisasi di Indonesia. Faisal juga mengatakan, produk hilir nikel di Indonesia, mengolah bijih nikel menjadi produk turunan seperti besi nikel (NPI) dan besi nikel, hingga 99% produknya diekspor ke China.

Namun Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) sudah mengklarifikasi pernyataan tersebut. Wakil Kepala Bidang Koordinasi Penanaman Modal dan Eksploitasi Kementerian Koordinator Kelautan dan Perikanan Septian Hario Seto menjelaskan, Indonesia mendapat manfaat dari nilai tambah hilirisasi nikel hingga 53%. Hal ini berdasarkan perhitungan bahwa dari 100% nilai produk smelter tersebut, kontribusi bijih nikel sebesar 40%, investor dapat menikmati 12% keuntungan usaha dan 48% sebagai tambahan sumber daya bijih nikel. Berdasarkan perhitungan tersebut, nilai tambah yang dinikmati oleh keuntungan (investor dan pemasok) adalah 16% ditambah komponen laba operasional sebesar 12%, sehingga menjadi 28%. Dengan demikian, Seto menilai data yang diberikannya lebih akurat dibandingkan data yang diberikan Faisal.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours