Terkereknya suku bunga acuan BI-7 days reverse repo rate (BI7DRR) atau BI rate menjadi 6% pada Oktober 2023 perlu diantisipasi pemain industri asuransi di dalam negeri. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kenaikan BI rate ke level 6% akan meningkatkan yield surat berharga negara (SBN). Imbasnya, ini akan berdampak pada penurunan nilai aset investasi perusahaan asuransi, khususnya investasi pada SBN yang dimiliki saat ini. Kendati demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa secara umum kondisi investasi asuransi masih cukup dapat menyerap risiko kenaikan BI rate.
Menurut Ogi, kenaikan BI rate secara terus-menerus masih dapat ditolerir selama kenaikan tidak terlalu drastis.Ogi memandang pelaku industri asuransi asuransi cenderung akan bersikap wait and see. Selain faktor kenaikan suku bunga, imbuh Ogi, perlu perhatian terhadap kondisi geopolitik dan terjadinya konflik di timur tengah, yang kemungkinan akan memiliki pengaruh terhadap perkenomian global. Selain itu, Ogi juga mengingatkan perkembangan kondisi ekonomi China dan peningkatan harga komoditas dan pangan dunia yang bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan pergerakan pada pasar keuangan. “Sehingga untuk jangka waktu menengah perlu diwaspadai kenaikan risiko investasinya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menjelaskan kenaikan suku bunga acuan BI tidak serta-merta mengubah strategi investasi di perusahaan asuransi jiwa. Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan dampak dari kenaikan BI rate akan membuat pendapatan investasi deposito naik. Di sisi lain, nilai obligasi menjadi turun. Hal ini mengingat perusahaan asuransi jiwa berinvestasi pada instrumen obligasi dan deposito.
“Jadi sebetulnya naik turunnya ini [BI rate] bagi kebanyakan perusahaan asuransi jiwa kira-kira sesuatu yang sudah sering kejadian dan tidak serta-merta membuat panik,” kata Budi pada akhir Oktober 2023. Budi menyebut dampak kenaikan BI rate akan memicu penurunan harga saham. Begitu pula dengan obligasi yang diproyeksi turun. Namun secara keseluruhan, lanjut Budi, pendapatan investasi dan kebijakan investasi tidak serta-merta terpengaruh.
+ There are no comments
Add yours