(Gakoptindo) Aip Syaifuddin mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mempengaruhi pengrajin tempe dan tahu. “Yang namanya bahan dasar membuat tempe dan tahu itu hanya satu, kedelai, dan kedelai itu 90 persen impor. Dengan harga-harga ini naik, harga tempe tahu ikut naik,” ujar Aip. Apabila harga tempe dan tahu tidak dinaikkan, kata Aip, para pengrajin tempe tahu terancam rugi atau bahkan gulung tikar. “Atau pilihannya (kalo harga tidak dinaikkan) ya ukurannya diperkecil,” tuturnya. Dengan pelemahan rupiah yang hampir tembus Rp 16.000 per dolar AS, ini tidak hanya membuat harga kedelai naik, tapi juga ongkos angkutnya ikut meningkat. “Sehingga ini mau tidak mau harus naik. Dari yang awalnya Rp 8 hingga 11 ribu, mungkin jadi Rp 12 hingga 14 ribu per potong di pasar-pasar,” katanya. Lebih lanjut, Aip mengatakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah mematok harga kedelai paling tinggi di level Rp 12 ribu. Di atas itu, kata dia, masih dijadikan cadangan pangan pemerintah. “Nah sedangkan sekarang harganya sudah ada yang Rp 12,5 ribu, 13 ribu, Rp 13,5 ribu, itu cadangan pemerintahnya belum ada,” kata dia.
Pihaknya berharap agar pemerintah bisa menstabilkan harga kedelai. “Kami usulkan pemerintah, tolong bantu kami, apakah dengan subsidi lagi, apakah dengan bantuan trasportasi dari importir ke gudang kopti (koperasi tahu tempe Indonesia) atau bagaimana, yang penting ada wujudnya,” ujar Aip. Ia mengatakan peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam merespons isu ini. ” dan kalau bisa lebih cepat lebih baik. Karena semakin hari tren kenaikan ini semakin berjalan, ” tuturnya. Sebagai informasi, nilai tukar rupiah ditutup melemah dilevel Rp 15,938 per dolar AS pada perdagangan jumat sore, 27 Oktober 2023.
+ There are no comments
Add yours