Surabaya -Para pedagang beras di Inggris mengkhawatirkan nasib bisnis mereka seiring makin dekatnya pelaksanaan perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) antara India dan negeri yang dijuluki The Three Lions itu. Melansir dari Bloomberg, Minggu (22/10/2023), industri penggilingan beras di Inggris bernilai US$1,2 miliar atau sekitar Rp19,05 triliun. Para pengusaha Inggris mengimpor padi atau baru diolah sedikit dari India atau Pakistan untuk kemudian diolah menjadi beras premium. Mereka memanfaatkan perbedaan tarif masuk sebagai sumber utama keunggulan atas produk impor. Pemberlakukan FTA, akan membuat produk beras premium India akan bebas masuk negara itu dan berdampak dengan keunggulan yang mereka nikmati selama ini. Model bisnis ini dijalankan oleh penggiling beras Inggris seperti Tilda Ltd. hingga Veetee Rice. Disebutkan, perubahan kebijakan tarif akan berdampak meluas terhadap industri yang mempekerjakan lebih dari 3.000 orang dengan pabrik pengolahan yang tersebar mulai dari Kent di Inggris selatan hingga Yorkshire di utara. “Sangat penting bahwa tarif yang ada untuk beras giling dipertahankan,” kata mantan Direktur Rice Association Alex Waugh.
Memangkas tarif untuk beras putih akan membuat penggilingan di Inggris menjadi kehilangan nilai bisnisnya. Sementara kebijakan itu dinilai tidak akan menurunkan harga ditingkat konsumen. Para pebisnis beras Inggris juga menyebut perubahan tarif juga mengancam keamanan pasokan dan berpotensi menimbulkan risiko penurunan kualitas. Sementara itu, bagi penggiling India, kebijakan ini tidak telalu dipertimbangkan. Pasalnya jumlah beras giling mereka yang akan diekspor ke Inggris relatif kecil untuk benar-benar meningkatkan keuntungan. Kerugian bagi Inggris tidak hanya berupa hilangnya pekerjaan dan produksi, tambah Waugh. India dikenal sebagai negara yang membatasi ekspor beras ketika pasokan dalam negerinya langka, dan beras putih sering kali berada di urutan pertama dalam daftar yang dibatasi.
+ There are no comments
Add yours