Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) buka suara terkait adanya dugaan monopoli suku bunga pinjaman online (pinjol) kepada penerima pinjaman (borrower) yang dilakukan oleh AFPI. Dugaan itu seiring dengan penyelidikan awal yang dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menemukan bahwa penetapan suku bunga flat 0,8 persen per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman. Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah menjelaskan bahwa saat ini besaran bunga yang berlaku di industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending alias pinjol sesuai dengan pedoman perilaku AFPI, yakni maksimum sebesar 0,4 persen per hari.
Kuseryansyah menjelaskan bahwa pada dasarnya industri fintech P2P lending melayani segmen masyarakat pengguna pertama (first user) atau masyarakat unbankable yang memiliki profil risiko yang tinggi. “Itu sesuai dengan profil risiko, kalau satu borrower profil risikonya rendah bisa jadi ditawarkan bunga lebih rendah, tapi itu sudah jadi business practice saja,” jelasnya. Kus menyebut bahwa pengenaan bunga atau biaya praktik sebesar 0,4 persen per hari itu merupakan langkah AFPI melakukan perlindungan konsumen.
Dalam keterangan resminya, KPPU menilai penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu, KPPU menjadikan temuan ini ditindaklanjuti dengan penyelidikan awal perkara inisiatif, antara lain guna memperjelas identitas terlapor, pasar bersangkutan, dugaan pasal Undang-Undang yang dilanggar, kesesuaian alat bukti, maupun simpulan perlu atau tidaknya dilanjutkan ke tahap penyelidikan.
+ There are no comments
Add yours